KONSEP KESULITAN BELAJAR
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Belajar
PAI
Dibimbing Oleh: Siti Halimah,
M.Pd.I
Disusun Oleh :
1.
Achmad Dimyati (201411001054)
2.
Achmad Suyuti (201411001032)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PGRI
PASURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
Mei, 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan Rahmat dan Ridho-Nya kami dapat
menyelesaikan Makalah Psikologi
Belajar PAI yang berjudul “Konsep Kesulitan
Belajar (Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, Langkah-langkah diagnosis
kesulitan belajar)”. Atas dukungan moral dan materi yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada : Ibu Siti Halimah, M.Pd.I selaku dosen pembimbing kami, yang
memberikan dorongan dan masukan kepada penulis.
Adapun isi dari
Makalah ini adalah faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, langkah-langkah
diagnosis kesulitan belajar dan cara-cara mengatasi kesulitan belajar.
Semoga Makalah ini
dapat menambah wawasan kita semua dan dapat memenuhi kriteria tugas yang Ibu berikan serta dapat menjadi nilai
tambah untuk penulis.
Tak ada yang sempurna,
begitu pula dengan penulisan makalah ini. Oleh sebab itu kami menerima kritik
positif dari pembaca sebagai perbaikan bagi pemakalah dimasa yang akan datang. Semoga
makalah ini bermanfat.
Akhir kata penulis
ucapkan “Terima Kasih”
Pasuruan,
26 Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................2
C. Tujuan Masalah…..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar…………..............3
B. Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar.......................10
C.
Cara-cara mengatasi kesulitan belajar…………………..…17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................24
B. Saran......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah proses
belajar-mengajar di dunia pendidikan tidak selamanya mengalami kelancaran.
Selalu saja ada hambatan dalam proses tersebut. Umumnya hambatan yang terjadi
seperti adanya kesulitan belajar dalam diri peserta didik. Kesulitan belajar
tersebut akan berdampak pada penurunan prestasi akademik dari peserta didik.
Dampak tersebut seyogianya dapat diatasi dengan berbagai cara seperti
diadakannya penyelidikan terhadap penyebab kesulitan belajar yang terjadi pada
peserta didik agar dapat ditemukan solusi yang tepat dalam menangani peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar tersebut. Tindak lanjut yang biasanya
dilakukan oleh seorang pendidik salah satunya adalah dengan mengadakan
remedial
Guru sebagai pendidik
dituntut untuk bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik. Karena itu
guru dalam proses pembelajaran harus memperhatikan kemampuan peserta didik
secara individual, agar dapat membantu perkembangan peserta didik secara
optimal dan dapat mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Guru harus mampu
mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Guru harus memahami
faktor-faktor yang memengaruhi proses dan hasil belajar, karena kesulitan
belajar akan bersumber pada faktor yang memengaruhi proses dan hasil belajar.
Dengan melihat hasil
belajar peserta didik, guru akan mengetahui kelemahan siswa beserta
sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian sebenarnya guru
mengadakan diagnosis siswa tentang kelebihan dan kelemahan serta
kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajarnya. Dengan diketahui sebab-sebab
kelemahan tersebut, akan lebih mudah mencari cara untuk mengatasinya.
Hal
inilah yang mendasari diperlukannya sebuah konsep diagnostik kesulitan belajar
serta pengajaran remedial yang dilakukan untuk mengatasi salah satu masalah
penting di dunia pendidikan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pemakalah dapat
menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar?
2. Bagaimana diagnosis kesulitan belajar itu?
3. Bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam belajar?
C.
Tujuan Masalah
Berdasarkan latar
belakangdiatas, makapemakalahdapat menarik tujuan masalah sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab
kesulitan dalam belajar
2.
Untuk mengetahui bagaimana
diagnosis kesulitan belajar
3.
Untuk mengetahui cara
mengatasi kesulitan dalam belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Secara
garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari
dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor
internal
Faktor
internal adalah faktor yang ada
di dalam individu yang sedang belajar. Faktor internal dibagi menjadi
beberapa faktor, yaitu :
a.
Jasmani, yang terdiri dari faktor :
1)
cacat tubuh atau adanya susunan
saraf yang tidak berkembang secara sempurna.
2)
Mempunyai penyakit yang sifatnya
menahun yang dapat menghambat usaha-usaha belajar secara optimal.
3)
Kelemahan pada unsur pancaindera
(misalnya mata/telinga yang tidak sempurna/cacat) yang dapat mengganggu
interaksi dalam proses pembelajaran.
b.
Psikologis dan mental, yang terdiri
dari faktor :
1)
inteligensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
2)
Tingkat kecerdasan rendah.
3)
Aktivitas yang tidak terarah, kurang semangat, kurang menguasai keterampilan.
c.
Emosional dan kebiasaan sikap yang
salah, terdiri dari faktor :
1)
Terdapatnya rasa tidak aman
(insecurity).
2)
Penyesuaian yang salah terhadap
orang-orang.
3)
Kurang menaruh minat terhadap
pekerjaan sekolah.
4)
Malas dan tidak mau belajar.
5)
Sering tidak mengkuti pelajaran
(bolos).
6)
Banyak melakukan aktivitas yang
bertentangan dan tidak menunjang aktivitas sekolah.
d.
Tidak memiliki ketrampilan dan
pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti :
1)
Ketidakmampuan membaca, menulis, kurang menguasai
pengetahuan dasar untuk bidang studi yang ditempuh (misalnya bahasa inggris).
2)
Memiliki kebiasaan belajar dan cara
bekerja yang salah.
2.
Faktor
eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar
individu. Faktor eksternal dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu :
a.
Keluarga, yang meliputi :
1)
cara orang tua mendidik
2)
relasi antara anggota keluarga
3)
suasana rumah
4)
keadaan ekonomi keluarga
5)
pengertian orang tua latar
6)
besar kecilnya anggota keluarga
7)
Tradisi dan kultur keluarga
8)
Ketrentaman dan keamanan
sosio-psikologis.
b.
Sekolah, yang meliputi :
1)
Kelemahan dari sistem belajar
mengajar pada tingkat-tingkat pendidikan.
2)
Kurikulum yang seragam, buku sumber
yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan dan perbedaan individu.
3)
Relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa.
4)
Terlalu sering pindah sekolah atau
tinggal kelas.
5)
Terlalu berat beban belajar (siswa)
dan atau mengajar
(guru).
6)
Ketidaksesuaian sistem pengajaran.
7)
Terlalu besar populasi siswa dalam
kelas, terlalu banyak menuntut kegiatan diluar.
8)
disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah.
c.
Masyarakat, yang meliputi :
1)
kegiatan siswa dalam masyarakat,
media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
2)
Pengaruh kelompok pergaulan yang
tidak edukatif dan merusak moral siswa.[1]
Cooney, Davis & Henderson (1975) juga telah mengidentifikasikan beberapa faktor
penyebab kesulitan belajar, yaitu :
1. Faktor fisiologis
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang
berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagian tubuh lain. Para guru
harus menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah
kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun
memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Kalau ada bagian yang tidak
beres pada bagian tertentu dari otak seorang siswa, maka dengan sendirinya si
siswa akan
mengalami kesulitan belajar. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita
karena sesuatu dan lain hal kurang
berfungsi
secara sempurna. Akibatnya ia akan mengalami hambatan ketika belajar.
Di
samping itu, siswa
yang sakit-sakitan, tidak makan pagi, kurang baik pendengaran, penglihatan ataupun
pengucapannya sedikit banyak akan menghadapi kesulitan belajar. Untuk
menghindari hal tersebut dan untuk membantu siswanya, seorang guru hendaknya
memperhatikan hal-hal yang berkait dengan kesulitan siswa ini. Seorang siswa
dengan pendengaran ataupun penglihatan yang kurang baik, sebaiknya
menempati tempat di bagian depan. Untuk para orang tua, terutama ibu, makanan
selama masa kehamilan akan sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik putra-putrinya. Makanan yang dapat membantu pertumbuhan otak dan sistem
syaraf bayi yang masih di dalam kandungan haruslah menjadi perhatian para
orang tua.
2.
Faktor sosial
Faktor sosial merupakan suatu kenyataan yang tidak
dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan siswa sebagaimana ada yang
menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat dan anak adalah gambaran
orangtuanya.
Oleh karena itu ada beberapa faktor
penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan sikap dan
keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang kurang mendukung
siswa tersebut untuk belajar sepenuh hati. Sebagai contoh, orang tua yang
sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa setan (karena sulit) akan dapat menurunkan
kemauan anaknya untuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak menguasai bahan tersebut ia
akan mengatakan “ Ah Bapak saya tidak bisa juga.” Untuk itu, setiap
guru tidak seharusnya menyatakan sulitnya mata pelajaran
tertentu di depan siswanya. Tetangga yang mengatakan sekolah tidak penting karena banyak
sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan
hukum, orangtua yang selalu marah, nonton TV setiap saat, tidak terbuka ataupun
kurang menyayangi anaknya dengan sepenuh hati dapat merupakan contoh dari beberapa faktor sosial yang
menjadi penyebab kesulitan belajar siswa.
Intinya, lingkungan di sekitar siswa
harus dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin
selama mereka belajar di sekolah. Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah
akan membantu para siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh
menjadi lebih cerdas. Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan
menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat
dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara sengaja atau
tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua
dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat
sekitar, disamping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap belajar
menjadi sangat menentukan.
3.
Faktor
kejiwaan
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang
mendukungnya perasaan hati (emosi) siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh.
Sebagai contoh, ada siswa yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia
selalu gagal mempelajari mata pelajaran itu. Jika hal ini terjadi, siswa
tersebut akan mengalami kesulitan belajar yang sangat berat. Hal ini
merupakan contoh dari faktor emosi yang menyebabkan kesulitan belajar. Contoh
lain adalah siswa yang rendah diri,
siswa
yang ditinggalkan orang yang paling disayangi dan menjadikannya sedih
berkepanjangan akan mempengaruhi proses belajar dan dapat menjadi faktor
penyebab kesulitan belajarnya.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran
dengan baik akan
menyenangi mata pelajaran tersebut. Begitu juga sebaliknya, anak yang
tidak menyenangi suatu mata pelajaran biasanya tidak atau kurang berhasil
mempelajari mata pelajaran tersebut. Karenanya, tugas utama yang sangat
menentukan bagi seorang guru adalah bagaimana membantu siswanya sehingga mereka
dapat mempelajari setiap materi dengan baik.
Yang
perlu mendapatkan perhatian juga, hukuman yang diberikan seorang guru dapat menyebabkan
siswanya lebih giat belajar, namun dapat juga menyebabkan mereka tidak menyukai
guru mata pelajaran tersebut. Dapat juga terjadi, si siswa lalu membenci sama
sekali mata pelajaran yang diasuh guru tersebut. Kalau hal seperti ini yang
terjadi, tentunya akan sangat
merugikan
si siswa tersebut. Peran guru memang sangat menentukan.
Seorang
siswa yang pada hari kemarinnya hanya mampu mengerjakan 3 dari 10 soal dengan
benar, lalu dua hari kemudian ia hanya mampumengerjakan 4 dari 10 soal dengan
benar, gurunya harus menghargai kemajuan tersebut. Guru hendaknya jangan hanya
melihat hasilnya saja, namun
hendaknya menghargai usaha kerasnya. Dengan cara seperti ini, diharapkan si siswa
akan lebih berusaha lagi. Intinya, tindakan seorang guru dapat mempengaruhi
perasaan dan emosi siswanya. Tindakan tersebut dapat menjadikan seorang siswa
menjadi lebih baik, namun dapat juga menjadikan seorang siswa menjadi tidak mau
lagi untuk belajar suatu mata pelajaran.
4.
Faktor intelektual
Faktor-faktor yang menjadi penyebab
kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang sempurna atau kurang
normalnya tingkat kecerdasan siswa. Para guru harus meyakini bahwa
setiap siswa mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada siswa yang sangat sulit
menghafal sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi tertentu, ada yang tidak
memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit
membayangkan dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat menjadi faktor
penyebab kesulitan belajar pada diri siswa tersebut.
Di samping itu, hal yang perlu
mendapatkan perhatian adalah para siswa yang tidak memiliki pengetahuan
prasyarat. Ketika
sedang belajar matematika atau IPA, ada siswa SLTP yang tidak dapat menentukan hasil 1/2 + 1/3,
( –5) + 9, ataupun 1 : ½. Siswa seperti itu, tentunya akan mengalami
kesulitan karena materi terebut menjadi pengetahuan prasyarat untuk
mempelajari matematika ataupun IPA SLTP. Untuk menghindari hal tersebut, Bapak atau
Ibu Guru hendaknya mengecek dan membantu siswanya menguasai pengetahuan
prasyarat tersebut sehingga mereka dapat mempelajari
materi baru dengan lebih baik.
5. Faktor kependidikan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab
kesulitan belajar siswa ini berkait dengan belum mantapnya lembaga
pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa
memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah
memeriksa pekerjaan siswa, sekolah yang membiarkan para siswa bolos tanpa ada
sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada
akhirnya akan menyebabkan ketidak berhasilan siswa tersebut. Berdasar
penjelasan di atas, Bapak dan Ibu Guru sudah seharusnya menyadari akan adanya
beberapa siswa yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses
pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu, sehingga mereka tidak dapat
belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan mereka. Idealnya, setiap
guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu siswanya keluar dari
setiap kesulitan yang menghimpitnya.
Namun hal yang perlu diingat,
penyebab kesulitan itu dapat berbeda- beda. Ada yang karena faktor emosi seperti
ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor
fisiologis seperti pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu
mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk
mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan masalah kesulitan belajar siswa sangat
tergantung pada keberhasilan menentukan penyebab kesulitan tersebut.
Sebagai contoh, siswa A yang memiliki kesulitan karena
penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu dengan
alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku
depan. Namun para siswa yang mengalami kesulitan belajar karena faktor
lingkungan dan faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan
siswa A namun mereka membutuhkan bantuan dan motivasi lebih dari gurunya.
Pengalaman sebagai guru telah menunjukkan bahwa ada siswa yang sering membuat
ulah di kelas dengan maksud agar diperhatikan guru dan temannya. Setelah
diselidiki ternyata ia kurang mendapat perhatian orang tuanya. Untuk anak
seperti ini, sudah seharusnya para guru lebih memberikan perhatian dan kasih
sayang. Sekali lagi, kesabaran, ketekunan dan ketelatenan para guru sangat
diharapkan di dalam menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru
dapat menyarankan orang tua siswa tertentu untuk memberi tambahan pelajaran
khusus di sore hari untuk siswa yang lamban.
Yang lebih penting dan sangat
menentukan adalah peran guru pemandu, kepala sekolah, pengawas maupun Kepala
Kantor Depdiknas di dalam menangani kesulitan belajar siswa yang disebabkan
oleh faktor-faktor kependidikan. Pada akhirnya penulis meyakini bahwa pengetahuan tentang faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar ini akan sangat bermanfaat bagi Bapak dan Ibu Guru.
Dengan membaca tulisan ini, diharapkan para guru akan mengetahui, selanjutnya dapat menggunakan
pengetahuan tersebut dalam PBM terutama ketika ia sedang mendiagnosis kesulitan belajar
siswa. Pada akhirnya, mudah-mudahan usaha setiap jajaran Depdiknas untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa akan berhasil dengan gemilang.[2]
B. Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar
1.
Pengertian Diagnosis Kesulitan
Belajar
Ada beberapa pendapat mengenai
pengertian kesulitan belajar Blassic dan Jones, sebagaimana
dikutip oleh Warkitri ddk. menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu
jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang
diperoleh[3].
Mereka selanjutnya menyatakan bahwa
individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal
inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting
dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi
motoriknya. Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. menganggap kesulitan belajar sebagai
suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak
disadari oleh yang bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis,
ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.
Dari penjelasan di atas, dapat
penulis simpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana
terdapat suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan yang
diperoleh yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu baik bersifat psikologis,
sosiologis maupun fisiologis dalam proses belajar. Salah satu cara pemberian
bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar adalah
berupa prosedur dan langkah-langkah yang sistematis yang disebut Diagnosis Kesulitan Belajar dan pengajaran
perbaikan. Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis.
Menurut Thorndike dan Hagen diagnosis dapat diartikan sebagai
berikut :
a. Upaya
atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease)
apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama
mengenai gejala-gejalanya (symtoms).
b. Studi
yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik
atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial.
c. Keputusan
yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau
fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari penjelasan di atas, dapat
penulis buat suatu kesimpulan bahwa Diagnosis Kesulitan Belajar merupakan suatu
prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar dengan mengidentifikasi jenis dan
karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan tertentu, serta
mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan
tindakan pemecahannya.[4]
2. Prosedur
dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar (DKB)
Salah satu tugas lembaga pendidikan
formal adalah menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap siswa
untuk mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat,
minat dan potensi diri yang dimilikinya, dan sesuai pula dengan lingkungan yang
ada. Kenyataan masih juga dijumpai, bahwa ada sementara siswa yang memperoleh
prestasi hasil belajarnya jauh di bawah ukuran rata-rata (average) atau
norma yang telah ditetapkan bila dibandingkan dengan teman-teman dalam
kelompoknya. Banyak pula dijumpai sejumlah siswa, secara potensial diharapkan
memperoleh hasil yang tinggi, akan tetapi prestasinya biasa-biasa saja, bahkan
mungkin lebih rendah dari teman lain yang potensinya lebih kurang dari dirinya.
Untuk
mengetahui potensi seorang siswa, dapat dilihat dari prestasi sebelumnya dengan
melakukan observasi atau akan lebih teliti bila digunakan tes psikologis, misalnya lewat tes
inteligensi atau tes bakat. Apabila ada indikasi, bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam aktivitas belajarnya, maka
mereka membutuhkan bantuan secara tepat dan dapat dilakukan dengan
segera. Bantuan yang diberikan itu, akan berhasil dan dapat dilaksanakan secara
efektif apabila kita secara teliti dapat memahami sifat kesulitan yang dialami,
mengetahui secara tepat faktor yang menyebabkannya serta menemukan berbagai
cara mengatasinya yang relevan dengan faktor penyebabnya.
Prayitno dalam Buku Bahan Pelatihan
Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi
Layanan Pembelajaran, Depdikbud (1996) mengatakan bahwa secara skematik
langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan
belajar, sebagai berikut :
Pengulangan Pengayaan Pengukuhan Percepatan
|
3
Identifikasi Faktor Penyebab
|
6
Remedial
|
1
Identifikasi Kasus
|
5
Rekomendasi Refeal
|
4
Progosis
|
2
Identifikasi Masalah
|
Berikut ini, penjelasan skema di atas tentang
langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar, sebagai berikut[5]
:
a. Identifikasi Kasus
Pada langkah ini, menentukan siswa
mana yang diduga mengalami kesulitan belajar. Cara-cara yang ditempuh dalam
langkah ini, sebagai berikut :
1) Menandai siswa dalam satu kelas untuk
kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
2) Caranya, ialah dengan membandingkan
posisi atau kedudukan prestasi siswa dengan prestasi kelompok atau dengan
kriteria tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan.
3) Teknik yang ditempuh dapat
bermacam-macam, antara lain:
a) Meneliti nilai hasil ujian semester yang
tercantum dalam laporan hasil belajar (buku leger), dan kemudian membandingkan
dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan kriteria yang telah ditentukan.
b) Mengobservasi kegiatan siswa dalam
proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang dalam proses belajar
mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.
b. Identifikasi Masalah
Setelah
menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan
belajar, maka langkah berikutnya adalah menentukan atau melokalisasikan pada
bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Antara
bidang studi tentu saja ada bedanya, karena itu guru bedang studi lebih
mengetahuinya. Pada tahap ini kerjasama antara petugas bimbingan dan konseling,
wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu siswa dalam mengatasi
kesulitan belajarnya. Cara dan alat yang dapat digunakan, antara lain :
1) Cara yang langsung dapat digunakan oleh
guru, misalnya:
a) Tes diagnostik yang dibuat oleh guru
untuk bidang studi masing-masing, seperti untuk bidang studi Matematika, IPA,
IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes diagnostik ini dapat diketemukan
karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang dialami siswa.
b) Bila tes diagnostik belum tersedia, guru
bisa menggunakan hasil ujian siswa sebagai bahan untuk dianalisis. Apabila tes
yang digunakan dalam ujian tersebut memiliki taraf validitas yang tinggi, tentu
akan mengandung unsur diagnosis yang tinggi. Sehingga dengan tes prestasi hasil
belajar pun, seandainya valid dalam batas-batas tertentu akan dapat
mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.
c) Memeriksa buku catatan atau pekerjaan
siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan membantu dalam mendiagnosis
kesulitan belajar siswa.
2) Mungkin pula untuk melengkapi data di
atas, bisa bekerjasama dengan orang tua atau pihak lain yang erat kaitannya
dengan lembaga sekolah. Caranya, antara lain :
a) Menggunakan tes diagnostik yang sudah
standar.
b) Wawancara khusus oleh ahli yang
berwewenang dalam bidang ini.
c) Mengadakan observasi yang intensif, baik
di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah.
d) Wawancara dengan guru pembimbing dan
wali kelas, dengan orang tua atau dengan teman-teman di sekolah.
c. Identifikasi
Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor
penyebab kesulitan belajar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1) Faktor internal, yaitu faktor-faktor
yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal ini antara lain, disebabkan oleh :
a) Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf,
cacat karena sakit, dan sebagainya.
b) Kelemahan mental : faktor kecerdasan,
seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui dengan tes psikologis.
c) Gangguan-gangguan yang bersifat
emosional.
d) Sikap kebiasaan yang salah dalam
mempelajari materi pelajaran.
e) Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan
dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi pelajaran lebih lanjut.
2) Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa,
sebagai penyebab kesulitan belajar, antara lain :
a) Situasi
atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif
antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student active learning”).
b) Sifat kurikulum yang kurang fleksibel.
c) Beban studi yang terlampau berat.
d) Metode mengajar yang kurang menarik.
e) Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan
belajar.
f)Situasi rumah yang kurang kondusif untuk
belajar.
Untuk memperoleh
berbagai informasi di atas, dapat menggunakan berbagai cara dan bekerjasama
dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini. Misalnya, untuk
mendapatkan informasi tentang keadaan fisik siswa, perlu bekerjasama dengan
dokter atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang kemampuan potensial
siswa dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan konseling (konselor) atau
dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat
mengamatinya secara langsung di kelas, menggunakan skala sikap dan kebiasaan
belajar, wawancara dengan wali kelas, dengan orang tua, dengan siswa itu
sendiri, atau dengan teman-temannya, dan masih banyak cara yang dapat ditempuh.
d. Prognosis/Perkiraan
Kemungkinan Bantuan
Setelah
mengetahui letak kesulitan belajar yang dialami siswa, jenis dan sifat
kesulitan dengan faktor-faktor penyebabnya, maka akan dapat memperkirakan
kemungkinan bantuan atau tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan belajar
siswa. Pada langkah ini, dapat menyimpulkan tentang :
1) Apakah siswa masih dapat ditolong untuk
dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau tidak ?
2) Berapa waktu yang dibutuhkan untuk
mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut ?
3) Kapan dan di mana pertolongan itu dapat
diberikan ?
4) Siapa yang dapat memberikan pertolongan
?
5) Bagaimana caranya agar siswa dapat
ditolong secara efektif ?
6) Siapa sajakah yang perlu dilibatkan atau
disertakan dalam membantu siswa tersebut, dan apakah peranan atau sumbangan
yang dapat diberikan masing-masing pihak dalam menolong siswa tersebut ?
e. Refereral
Pada
langkah ini, menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan
dilaksanakan. Rencana ini hendaknya mencakup :
1) Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan
kesulitan belajar yang dialami siswa yang bersangkutan.
2) Menjaga agar kesulitan yang serupa
jangan sampai terulang lagi.
Dalam
membuat rencana kegiatan untuk pelaksanaan sebagai alternatif bantuan
sebaiknya, didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang
berkepentingan, yang diperkirakan kelak terlibat dalam proses pemberian
bantuan.
Prosedur
dan langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar di atas, tampaknya lebih
cenderung bersifat kuratif, dalam arti upaya mendeteksi siswa yang diduga
mengalami kesulitan belajar setelah kegiatan belajar selesai dilaksanakan atau
setelah diketahui prestasi belajar/hasil belajar siswa. Namun, dapat juga
mengembangkan suatu prosedur diagnostik yang tidak hanya bersifat kuratif,
tetapi juga dapat bersifat preventive
developmental. Misalnya, sebelum pelajaran dimulai dapat memberikan test entering behavior atau pretest. Data yang diperoleh dengan tes
tersebut dapat dijadikan dasar untuk memprediksi taraf kesiapan untuk mengikuti
pelajaran.
Dari
data yang diperoleh siswa dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang
lebih homogen, sehingga memudahkan untuk memperlakukannya dalam mengajar. Cara
ini merupakan tidakan atau upaya pencegahan (preventive). Contoh lain, selama proses belajar mengajar
berlangsung, guru dapat mengamati kegiatan dan pekerjaan siswa dengan begitu
guru dapat mengetahui kekeliruan-kekeliruan yang dibuat oleh siswa dan dengan
segera dan langsung memberikan upaya bantuan. Dalam kegiatan ini adalah
merupakan upaya diagnostik yang lebih bersifat pengembangan (developmental) karena dengan upaya itu
siswa pada setiap saat dapat memperbaiki kekeliruannya sehingga sangat
diharapkan dapat memperoleh kemajuan belajar secara kontinyu. Kemajuan belajar
siswa dilihat sebagai suatu indikasi adanya perubahan kearah kemajuan yang
ditunjukkan dengan prestasi belajar yang diperoleh siswa.
Dalam
melaksanakan pengajaran remedial, bahwa boleh jadi akan terjadi pengulangan (repetition), pengayaan (enrichment), pengukuhan (reinforcement), dan percepatan (acceleration). Karena itu, meyangkut
segala kegiatan dan pelaksanaannya hendaknya dicermati dengan sungguh-sungguh
agar hasilnya memuaskan dan optimal keberhasilannya. Remedial yang dilakukan
oleh guru, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada diri siswa, perlu
dilakukan evaluasi kembali.[6]
C. Cara-cara mengatasi kesulitan belajar
Tugas pendidik atau guru adalah
mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan
sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam
menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah)
sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat
jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan,
dan pengalaman berguna bagi hidupnya.
Dengan demikian pendidikan yang pada
hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan
anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan
mengantarkan anak survive dalam hidupnya. Secara umum guru berarti orang yang
dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan.
Sejak berlakunya kurikulum 1995,
pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum
1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan
anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari
keberadaan kurikulum. Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses
pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan
pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut
sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru
memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan
kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu
pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses
pembelajaran biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup
sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap
siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman
kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam
proses pembelajaran.
Tetapi menurut Brenner (1990)
sebenarnya pendidikan anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan
dan permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan
dan desain kelas, serta bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak[7].
Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru agama,
telah tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun
1950 Bab X Pasal 15 yang berbunyi : “Syarat utama menjadi guru selain
ijazah dan syarat-syarat lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah
sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pengajaran”. Beberapa cara mengatasi kesulitan
dalam belajar dapat dilakukan dengan cara belajar yang efektif dan
efisien. Cara demikian merupakan problematika yang perlu mendapatkan perhatian
cukup serius. Orang tua dan Guru Kelas kerap kali memberikan saran-saran kepada
siswa agar rajin belajar karena rajin adalah pangkal cerdas. Orang cerdas akan
mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan perkembangan zaman yang serba
kompleks.
Berikut ini beberapa alternatif dalam kesulitan belajar :
1. Observasi Kelas
Pada tahap ini observasi kelas dapat
membantu mengurangi kesulitan dalam tingkat pelajaran, misalnya memeriksa
keadaan secara fisik bagaimana kondisi kelas dalam kegiatan belajar,
cukup nyaman, segar, sehat dan hidup atau tidak. Kalau suasana kelas sangat
nyaman, tenang dan sehat, maka itu semua dapat memotivasi siswa untuk belajar
lebih semangat lagi.
2.
Pemeriksaan
Alat Indera
Dalam hal ini dapat difokuskan pada
tingkat kesehatan siswa khusus mengenai alat indera. Diupayakan minimal dalam
sebulan sekali pihak sekolah melakukan tes atau pemeriksaan kesehatan di
Puskesmas / Dokter, karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang
pelajaran yang baik pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut
dapat menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke diri individu.
3. Teknik
Main Peran
Disini, seorang guru bisa berkunjung
ke rumah seorang murid. Di sana seorang guru dapat leluasa melihat,
memperhatikan murid berikut semua yang ada di sekitarnya. Di sini guru dapat
langsung melakukan wawancara dengan orang tuanya mengenai kepribadian anak,
keluarga, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu juga, guru bisa melihat
keadaan rumah, kondisi dan situasinya dengan masyarakat secara langsung.
4. Tes
Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
Dalam
hal ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang dapat dilihat
dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan sederhana. Dengan
latihan psikotes dapat diambil beberapa nilai kepribadian siswa secara praktis
dari segi dasar, logika dan privasi seseorang.
5.
Menyusun
Program Perbaikan
Penyusunan
program hendaklah dimulai dari segi pengajar dulu. Seorang pengajar harus
menjadi seorang yang konsevator, transmitor, transformator, dan organisator.
Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga atau alat yang lainnya yang
menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan kelengkapan-kelengkapan yang
lebih kompleks, motivasi belajarpun akan dengan mudah didapat oleh para siswa. Hendaklah semua itu disadari
sepenuhnya oleh para pengajar sehingga tidak ada lagi kendala dan hambatan yang dapat
mempengaruhi kegiatan belajar. Selain itu tingkat kedisiplinan yang diterapkan di
suatu sekolah dapat menunjang kebaikan dalam proses belajar. Disiplin dalam
belajar akan mampu memotivasi kegiatan belajar siswa. Alternatif lain yang dapat
diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi sebelum
pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu
melakukan beberapa langkah berikut ini :
a. Menganalisis
hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian
tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang
dihadapi siswa.
b. Mengidentifikasi
dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan adanya
perbaikan.
c. Menyusun
program perbaikan. Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan
adanya ketetapan sebagai berikut :
1) Tujuan
pengajaran remedial Contoh dari tujuan pengajaran remedial yaitu siswa dapat
memahami kata “tinggi”, “pendek” dan “gemuk” dalam berbagai konteks kalimat.
2) Materi
pengajaran remedial Contoh materi pengajaran remedial yaitu dengan cara lebih
khusus dalam mengembangkan kalimat-kalimat yang menggunakan kata-kata seperti
di atas.
3) Metode
pengajaran remedial Contoh metode pengajaran remedial yaitu dengan cara siswa
mengisi dan mempelajari hal-hal yang dialami oleh siswa tersebut dalam
menghadapi kesulitan belajar.
4) Alokasi
waktu Contoh alokasi waktu remedial misalnya waktunya Cuma 60 menit.
5) Teknik
evaluasi pengajaran remedial Contoh teknik evaluasi pengajaran remedial yaitu
dengan menggunakan tes isian yang terdiri atas kalimat-kalimat yang harus
disempurnakan, contohnya dengan menggunakan kata tinggi, kata pendek, dan kata
gemuk. Selanjutnya untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai
alternatif-alternatif atau cara-cara pemecahan masalah kesulitan belajar siswa,
guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan
penyuluhan.
Selain itu, guru juga sangat
dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang
dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah
kesulitan belajar siswa. Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik,
tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi
fikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran
tidak tercapai. Ini sama halnya dengan siswa tidak belajar, karena siswa
tidak merasakan
perubahan di dalam dirinya, padahal pada hakekatnya belajar adalah “perubahan” yang
terjadi dalam diri seseorang yang telah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
Penerapan sikap dan pembentukan
kepribadian pada diri siswa harus dioptimalkan, mengingat keberhasilan suatu
proses pembelajaran bukan diukur oleh adanya penambahan dan perubahan
pengetahuan serta keterampilan saja, namun nilai sikap harus terakomodasi,
sebab dengan perubahan sikap akan menentukan terhadap perubahan kognitif
ataupun psikomotor. Sama halnya dengan belajar, mengajar
pun pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi
lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong
siswa melakukan proses belajar.
Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan
bimbingan, bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.Proses belajar
mengajar pada hakikatnya adalah interaksi antara guru dengan peserta didik dan
antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, serta dengan lingkungannya
sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Agar
proses belajar mengajar tersebut berlangsung secara efektif selain diperlukan
alat peraga sebagai pelengkap yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan
peserta didik diperlukan pula aturan dan tata tertib yang baku agar dalam
pelaksanaannya teratur dan tidak menyimpang.
Dari hakikat proses belajar
mengajar, pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka pembelajaran
seyogyanya tidak atraktip melainkan harus demokrasi. Siswa harus menjadi subjek
belajar, bukan hanya menjadi pendengar setia atau pencatat yang rajin, tetapi
siswa harus aktif dan kreatif dalam berbagai pemecahan masalah. Dengan demikian
guru harus dapat memilih dan menentukan pendekatan dan metode yang disesuaikan
dengan kemampuannya, kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan
siswa.
Menurut
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 96-101) langkah-langkah untuk mengatasi
kesulitan belajar adalah sebagai berikut[8]
:
1. Pengumpulan
Data
Untuk
menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk
memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung
yang disebut dengan pengumpulan data.
2. Pengolahan
Data
Data
yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, selanjutnya diadakan
pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data langkah yang dapat ditempuh
antara lain :
a. Identifikasi
kasus
b. Membandingkan
antar kasus
c. Membandingkan
dengan hasil tes
d. Menarik
kesimpulan
3. Diagnosis
Diagnosis
adalah keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini
dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
a. Keputusan
mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b. Keputusan
mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c. Keputusan
mengenai factor utama penyebab kesulitan belajar.
4. Pragnosis
Prognosis
artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan
menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa
yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
5. Treatment
atau Perlakuan
Perlakuan
disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang
mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada
tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat
diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar individual
dan lain-lain.
6. Evaluasi
Evaluasi
disini untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan
tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama
sekali. Kalau ternyata treatment yang diberikan tidak berhasil, maka
diadakan pengecekan kembali.[9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesulitan belajar dapat diartikan
suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk menggapai hasil belajar. Masalah berkesulitan belajar
termasuk dalam bidang pendidikan luar biasa. Jika tidak segera ditangani,
lambat laun kesulitan belajarnya semakin kompleks, dan akhirnya menjadi masalah
bagi pendidikan, karena sumber daya manusia (SDM) yang dipersiapkan
menjadi tidak tercapai. Untuk itu perlu adanya upaya penanganan siswa
berkesulitan belajar yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Jadi dapat
disimpulkan kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar
mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan
belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai
manivestasi tingkahlaku, baik secara langsung maupun tidak langsung
B.
Saran
Semoga makalah ini bisa di bahas dan
di pelajari serta menjadi suatu motivasi belajar yang mendorong mahasiswa untuk
membaca dan sekaligus memahami isi dari makalah, dan kepada kita selaku
penyusunnya supaya bisa bermanfaat di kemudian hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Ahmadi dan
Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, 1991.
Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1996.
Saddam
al-Majdzub.
http://almajdzubnews.blogspot.com/2013/02/makalah-kesulitan-belajar-siswa.html. Diakses 28 Mei 2015
Sugiyanto
M.Pd. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyanto-mpd/26-bab-6.pdf. Diakses 28
Mei 2015
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi
Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2011.
[6] Sugiyanto M.Pd., http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/sugiyanto-mpd/26-bab-6.pdf. Diakses 28 Mei 2015
[9] Saddam
al-Majdzub, http://almajdzubnews.blogspot.com/2013/02/makalah-kesulitan-belajar-siswa.html. Diakses 28 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar