Sabtu, 15 Agustus 2015

konsep kesulitan belajar

Tidak ada komentar:



KONSEP KESULITAN BELAJAR

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psikologi Belajar PAI
Dibimbing Oleh: Siti Halimah, M.Pd.I







Disusun Oleh :

1.      Achmad Dimyati                                (201411001054)
2.      Achmad Suyuti                                   (201411001032)


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PGRI
PASURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
                       Mei, 2015



KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan Rahmat dan Ridho-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Psikologi Belajar PAI yang berjudul “Konsep Kesulitan Belajar (Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar)”. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : Ibu Siti Halimah, M.Pd.I selaku dosen pembimbing kami, yang memberikan dorongan dan masukan kepada penulis.
Adapun isi dari Makalah ini adalah faktor-faktor penyebab kesulitan belajar, langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar dan cara-cara mengatasi kesulitan belajar.
Semoga Makalah ini dapat menambah wawasan kita semua dan dapat memenuhi kriteria tugas yang Ibu berikan serta dapat menjadi nilai tambah untuk penulis.
Tak ada yang sempurna, begitu pula dengan penulisan makalah ini. Oleh sebab itu kami menerima kritik positif dari pembaca sebagai perbaikan bagi pemakalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfat.
Akhir kata penulis ucapkan “Terima Kasih”

                                                                                    Pasuruan, 26 Mei 2015

                                                                                               
                                                                                                Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I        PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.......................................................................1
B.   Rumusan Masalah..................................................................2
C.   Tujuan Masalah…..................................................................2
BAB II       PEMBAHASAN
A.   Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar…………..............3
B.   Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar.......................10
C.   Cara-cara mengatasi kesulitan belajar…………………..…17
BAB III     PENUTUP
A.  Kesimpulan............................................................................24
B.  Saran......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebuah proses belajar-mengajar di dunia pendidikan tidak selamanya mengalami kelancaran. Selalu saja ada hambatan dalam proses tersebut. Umumnya hambatan yang terjadi seperti adanya kesulitan belajar dalam diri peserta didik. Kesulitan belajar tersebut akan berdampak pada penurunan prestasi akademik dari peserta didik. Dampak tersebut seyogianya dapat diatasi dengan berbagai cara seperti diadakannya penyelidikan terhadap penyebab kesulitan belajar yang terjadi pada peserta didik agar dapat ditemukan solusi yang tepat dalam menangani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar tersebut. Tindak lanjut yang biasanya dilakukan oleh seorang pendidik salah satunya adalah dengan mengadakan remedial 
Guru sebagai pendidik dituntut untuk bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik. Karena itu guru dalam proses pembelajaran harus memperhatikan kemampuan peserta didik secara individual, agar dapat membantu perkembangan peserta didik secara optimal dan dapat mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Guru harus mampu mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Guru harus memahami faktor-faktor yang memengaruhi proses dan hasil belajar, karena kesulitan belajar akan bersumber pada faktor yang memengaruhi proses dan hasil belajar.
Dengan melihat hasil belajar peserta didik, guru akan mengetahui kelemahan siswa beserta sebab-musabab kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian sebenarnya guru mengadakan diagnosis siswa tentang kelebihan dan kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajarnya. Dengan diketahui sebab-sebab kelemahan tersebut, akan lebih mudah mencari cara untuk mengatasinya.
Hal inilah yang mendasari diperlukannya sebuah konsep diagnostik kesulitan belajar serta pengajaran remedial yang dilakukan untuk mengatasi salah satu masalah penting di dunia pendidikan tersebut.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pemakalah dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa saja faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar?
2.      Bagaimana diagnosis kesulitan belajar itu?
3.      Bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam belajar?

C.  Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakangdiatas, makapemakalahdapat menarik tujuan masalah sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan dalam belajar
2.        Untuk mengetahui bagaimana diagnosis kesulitan belajar
3.        Untuk mengetahui cara mengatasi kesulitan dalam belajar



















BAB II
PEMBAHASAN
A.  Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.    Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar. Faktor internal dibagi menjadi beberapa faktor, yaitu :
a.    Jasmani, yang terdiri dari faktor :
1)      cacat tubuh atau adanya susunan saraf yang tidak berkembang secara sempurna.
2)      Mempunyai penyakit yang sifatnya menahun yang dapat menghambat usaha-usaha  belajar secara optimal.
3)      Kelemahan pada unsur pancaindera (misalnya mata/telinga yang tidak sempurna/cacat) yang dapat mengganggu interaksi dalam proses pembelajaran.
b.   Psikologis dan mental, yang terdiri dari faktor :
1)      inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan.
2)      Tingkat kecerdasan rendah.
3)      Aktivitas yang tidak terarah, kurang semangat, kurang menguasai keterampilan.
c.    Emosional dan kebiasaan sikap yang salah, terdiri dari faktor :
1)      Terdapatnya rasa tidak aman (insecurity).
2)      Penyesuaian yang salah terhadap orang-orang.
3)      Kurang menaruh minat terhadap pekerjaan sekolah.
4)      Malas dan tidak mau belajar.
5)      Sering tidak mengkuti pelajaran (bolos).
6)      Banyak melakukan aktivitas yang bertentangan dan tidak menunjang aktivitas sekolah.


d.   Tidak memiliki ketrampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan, seperti :
1)      Ketidakmampuan membaca, menulis, kurang menguasai pengetahuan dasar untuk bidang studi yang ditempuh (misalnya bahasa inggris).
2)      Memiliki kebiasaan belajar dan cara bekerja yang salah.
2.   Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu :
a.    Keluarga, yang meliputi :
1)   cara orang tua mendidik
2)   relasi antara anggota keluarga
3)   suasana rumah
4)   keadaan ekonomi keluarga
5)   pengertian orang tua latar
6)   besar kecilnya anggota keluarga
7)   Tradisi dan kultur keluarga
8)   Ketrentaman dan keamanan sosio-psikologis.
b.   Sekolah, yang meliputi :
1)   Kelemahan dari sistem belajar mengajar pada tingkat-tingkat pendidikan.
2)   Kurikulum yang seragam, buku sumber yang tidak sesuai dengan tingkat kematangan dan perbedaan individu.
3)   Relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa.
4)   Terlalu sering pindah sekolah atau tinggal kelas.
5)   Terlalu berat beban belajar (siswa) dan atau mengajar (guru).
6)   Ketidaksesuaian sistem pengajaran.
7)   Terlalu besar populasi siswa dalam kelas, terlalu banyak menuntut kegiatan diluar.
8)   disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

c.    Masyarakat, yang meliputi :
1)   kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
2)   Pengaruh kelompok pergaulan yang tidak edukatif dan merusak moral siswa.[1]
Cooney, Davis & Henderson (1975) juga telah mengidentifikasikan beberapa faktor  penyebab kesulitan belajar, yaitu :
1.   Faktor fisiologis
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang berfungsinya otak, susunan syaraf ataupun bagian-bagian tubuh lain. Para guru harus menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memroses, menyimpan, ataupun memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan. Kalau ada bagian yang tidak beres pada bagian tertentu dari otak seorang siswa, maka dengan sendirinya si siswa akan mengalami kesulitan belajar. Bayangkan kalau sistem syaraf atau otak anak kita karena sesuatu dan lain hal kurang berfungsi secara sempurna. Akibatnya ia akan mengalami hambatan ketika belajar.
Di samping itu, siswa yang sakit-sakitan, tidak makan pagi, kurang baik pendengaran, penglihatan ataupun  pengucapannya sedikit banyak akan menghadapi kesulitan belajar. Untuk menghindari hal tersebut dan untuk membantu siswanya, seorang guru hendaknya memperhatikan hal-hal yang berkait dengan kesulitan siswa ini. Seorang siswa dengan pendengaran ataupun  penglihatan yang kurang baik, sebaiknya menempati tempat di bagian depan. Untuk para orang tua, terutama ibu, makanan selama masa kehamilan akan sangat menentukan  pertumbuhan dan perkembangan fisik putra-putrinya. Makanan yang dapat membantu  pertumbuhan otak dan sistem syaraf bayi yang masih di dalam kandungan haruslah menjadi  perhatian para orang tua.

2.   Faktor sosial
Faktor sosial merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah jika orang tua dan masyarakat sekeliling sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan kecerdasan siswa sebagaimana ada yang menyatakan bahwa sekolah adalah cerminan masyarakat dan anak adalah gambaran orangtuanya.
Oleh karena itu ada beberapa faktor  penyebab kesulitan belajar yang berkait dengan sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat sekeliling yang kurang mendukung siswa tersebut untuk belajar sepenuh hati. Sebagai contoh, orang tua yang sering menyatakan bahwa Bahasa Inggris adalah bahasa setan (karena sulit) akan dapat menurunkan kemauan anaknya untuk belajar bahasa pergaulan internasional itu. Kalau ia tidak menguasai bahan tersebut ia akan mengatakan “ Ah Bapak saya tidak bisa juga.” Untuk itu, setiap guru tidak seharusnya menyatakan sulitnya mata  pelajaran tertentu di depan siswanya. Tetangga yang mengatakan sekolah tidak penting karena banyak sarjana menganggur, masyarakat yang selalu minum-minuman keras dan melawan hukum, orangtua yang selalu marah, nonton TV setiap saat, tidak terbuka ataupun kurang menyayangi anaknya dengan sepenuh hati dapat merupakan contoh dari beberapa faktor sosial yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa.
Intinya, lingkungan di sekitar siswa harus dapat membantu mereka untuk belajar semaksimal mungkin selama mereka belajar di sekolah. Dengan cara seperti ini, lingkungan dan sekolah akan membantu para siswa, harapan bangsa ini untuk berkembang dan bertumbuh menjadi lebih cerdas. Siswa dengan kemampuan cukup seharusnya dapat dikembangkan menjadi siswa berkemampuan baik, yang berkemampuan kurang dapat dikembangkan menjadi berkemampuan cukup. Sekali lagi, orang tua, guru, dan masyarakat, secara sengaja atau tidak sengaja, dapat menyebabkan kesulitan bagi siswa. Karenanya, peran orang tua dan guru dalam membentengi para siswa dari pengaruh negatif masyarakat sekitar, disamping perannya dalam memotivasi para siswa untuk tetap belajar menjadi sangat menentukan.
3.   Faktor kejiwaan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang mendukungnya perasaan hati (emosi) siswa untuk belajar secara sungguh-sungguh. Sebagai contoh, ada siswa yang tidak suka mata pelajaran tertentu karena ia selalu gagal mempelajari mata pelajaran itu. Jika hal ini terjadi, siswa tersebut akan mengalami kesulitan belajar yang sangat  berat. Hal ini merupakan contoh dari faktor emosi yang menyebabkan kesulitan belajar. Contoh lain adalah siswa yang rendah diri, siswa yang ditinggalkan orang yang paling disayangi dan menjadikannya sedih berkepanjangan akan mempengaruhi proses belajar dan dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang dapat mempelajari suatu mata pelajaran dengan baik akan menyenangi mata  pelajaran tersebut. Begitu juga sebaliknya, anak yang tidak menyenangi suatu mata pelajaran  biasanya tidak atau kurang berhasil mempelajari mata pelajaran tersebut. Karenanya, tugas utama yang sangat menentukan bagi seorang guru adalah bagaimana membantu siswanya sehingga mereka dapat mempelajari setiap materi dengan baik.
Yang perlu mendapatkan perhatian juga, hukuman yang diberikan seorang guru dapat menyebabkan siswanya lebih giat belajar, namun dapat juga menyebabkan mereka tidak menyukai guru mata pelajaran tersebut. Dapat juga terjadi, si siswa lalu membenci sama sekali mata pelajaran yang diasuh guru tersebut. Kalau hal seperti ini yang terjadi, tentunya akan sangat merugikan si siswa tersebut. Peran guru memang sangat menentukan.
Seorang siswa yang pada hari kemarinnya hanya mampu mengerjakan 3 dari 10 soal dengan benar, lalu dua hari kemudian ia hanya mampumengerjakan 4 dari 10 soal dengan benar, gurunya harus menghargai kemajuan tersebut. Guru hendaknya jangan hanya melihat hasilnya saja, namun hendaknya menghargai usaha kerasnya. Dengan cara seperti ini, diharapkan si siswa akan lebih berusaha lagi. Intinya, tindakan seorang guru dapat mempengaruhi perasaan dan emosi siswanya. Tindakan tersebut dapat menjadikan seorang siswa menjadi lebih baik, namun dapat juga menjadikan seorang siswa menjadi tidak mau lagi untuk belajar suatu mata pelajaran.
4.   Faktor intelektual
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan kurang sempurna atau kurang normalnya tingkat kecerdasan siswa. Para guru harus meyakini  bahwa setiap siswa mempunyai tingkat kecerdasan berbeda. Ada siswa yang sangat sulit menghafal sesuatu, ada yang sangat lamban menguasai materi tertentu, ada yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat dan juga ada yang sangat sulit membayangkan dan bernalar. Hal-hal yang disebutkan tadi dapat menjadi faktor penyebab kesulitan belajar pada diri siswa tersebut.
Di samping itu, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah para siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat. Ketika sedang belajar matematika atau IPA, ada siswa SLTP yang tidak dapat menentukan hasil 1/2 + 1/3, ( –5) + 9, ataupun 1 : ½. Siswa seperti itu, tentunya akan mengalami kesulitan karena materi terebut menjadi pengetahuan prasyarat untuk mempelajari matematika ataupun IPA SLTP. Untuk menghindari hal tersebut, Bapak atau Ibu Guru hendaknya mengecek dan membantu siswanya menguasai pengetahuan prasyarat tersebut sehingga mereka dapat mempelajari materi baru dengan lebih baik.
5.   Faktor kependidikan
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa ini berkait dengan  belum mantapnya lembaga pendidikan secara umum. Guru yang selalu meremehkan siswa, guru yang tidak bisa memotivasi siswa untuk belajar lebih giat, guru yang membiarkan siswanya melakukan hal-hal yang salah, guru yang tidak pernah memeriksa pekerjaan siswa, sekolah yang membiarkan para siswa bolos tanpa ada sanksi tertentu, adalah contoh dari faktor-faktor penyebab kesulitan dan pada akhirnya akan menyebabkan ketidak berhasilan siswa tersebut. Berdasar penjelasan di atas, Bapak dan Ibu Guru sudah seharusnya menyadari akan adanya beberapa siswa yang mengalami kesulitan atau kurang berhasil dalam proses  pembelajarannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor tertentu, sehingga mereka tidak dapat belajar dan kurang berusaha sesuai dengan kekuatan mereka. Idealnya, setiap guru harus berusaha dengan sekuat tenaga untuk membantu siswanya keluar dari setiap kesulitan yang menghimpitnya.
Namun hal yang perlu diingat, penyebab kesulitan itu dapat berbeda- beda. Ada yang karena faktor emosi seperti ditinggal saudara kandung tersayang ataupun karena faktor fisiologis seperti pendengaran yang kurang. Untuk itu, para guru harus mampu mengidentifikasi kesulitan dan penyebabnya lebih dahulu sebelum berusaha untuk mencarikan jalan pemecahannya. Pemecahan masalah kesulitan belajar siswa sangat tergantung pada keberhasilan menentukan penyebab kesulitan tersebut.
Sebagai contoh, siswa A yang memiliki kesulitan karena penglihatan atau pendengaran yang kurang sempurna hanya dapat dibantu dengan alat optik atau alat elektronik tertentu dan mereka diharuskan duduk di bangku depan. Namun  para siswa yang mengalami kesulitan belajar karena faktor lingkungan dan faktor emosi tidak memerlukan kacamata seperti yang dibutuhkan siswa A namun mereka membutuhkan  bantuan dan motivasi lebih dari gurunya. Pengalaman sebagai guru telah menunjukkan bahwa ada siswa yang sering membuat ulah di kelas dengan maksud agar diperhatikan guru dan temannya. Setelah diselidiki ternyata ia kurang mendapat perhatian orang tuanya. Untuk anak seperti ini, sudah seharusnya para guru lebih memberikan perhatian dan kasih sayang. Sekali lagi, kesabaran, ketekunan dan ketelatenan para guru sangat diharapkan di dalam menangani siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru dapat menyarankan orang tua siswa tertentu untuk memberi tambahan pelajaran khusus di sore hari untuk siswa yang lamban.
Yang lebih  penting dan sangat menentukan adalah peran guru pemandu, kepala sekolah, pengawas maupun Kepala Kantor Depdiknas di dalam menangani kesulitan belajar siswa yang disebabkan oleh faktor-faktor kependidikan. Pada akhirnya penulis meyakini bahwa pengetahuan tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ini akan sangat bermanfaat bagi Bapak dan Ibu Guru. Dengan membaca tulisan ini, diharapkan para guru akan mengetahui, selanjutnya dapat menggunakan pengetahuan tersebut dalam PBM terutama ketika ia sedang mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Pada akhirnya, mudah-mudahan usaha setiap jajaran Depdiknas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan berhasil dengan gemilang.[2]
B.  Langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar
1.   Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri ddk. menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh[3].
Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensinya, tetapi menunjukkan satu atau  beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya. Sementara itu Siti Mardiyanti dkk. menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan tersebut mungkin disadari atau tidak disadari oleh yang  bersangkutan, mungkin bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam proses belajarnya.
Dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana terdapat suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan yang diperoleh yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu baik bersifat psikologis, sosiologis maupun fisiologis dalam proses belajar. Salah satu cara pemberian bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan  belajar adalah berupa prosedur dan langkah-langkah yang sistematis yang disebut Diagnosis Kesulitan Belajar dan pengajaran perbaikan. Diagnosis merupakan istilah yang diadopsi dari bidang medis. Menurut Thorndike dan Hagen diagnosis dapat diartikan sebagai berikut :
a.       Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit (weakness, disease) apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya (symtoms).
b.      Studi yang seksama terhadap fakta tentang suatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial.
c.       Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang saksama atas gejala-gejala atau fakta-fakta tentang suatu hal.
Dari penjelasan di atas, dapat penulis buat suatu kesimpulan bahwa Diagnosis Kesulitan Belajar merupakan suatu prosedur dalam memecahkan kesulitan belajar dengan mengidentifikasi jenis dan karakteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan tertentu, serta mengimplikasikan suatu upaya untuk meramalkan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.[4]
2.   Prosedur dan Teknik Diagnostik Kesulitan Belajar (DKB)
Salah satu tugas lembaga pendidikan formal adalah menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap siswa untuk mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan potensi diri yang dimilikinya, dan sesuai pula dengan lingkungan yang ada. Kenyataan masih juga dijumpai, bahwa ada sementara siswa yang memperoleh prestasi hasil belajarnya jauh di bawah ukuran rata-rata (average) atau norma yang telah ditetapkan bila dibandingkan dengan teman-teman dalam kelompoknya. Banyak pula dijumpai sejumlah siswa, secara potensial diharapkan memperoleh hasil yang tinggi, akan tetapi prestasinya biasa-biasa saja, bahkan mungkin lebih rendah dari teman lain yang potensinya lebih kurang dari dirinya.
Untuk mengetahui potensi seorang siswa, dapat dilihat dari prestasi sebelumnya dengan melakukan observasi atau akan lebih teliti bila digunakan tes psikologis, misalnya lewat tes inteligensi atau tes bakat. Apabila ada indikasi, bahwa mereka mengalami kesulitan dalam aktivitas belajarnya, maka  mereka membutuhkan bantuan secara tepat dan dapat dilakukan dengan segera. Bantuan yang diberikan itu, akan berhasil dan dapat dilaksanakan secara efektif apabila kita secara teliti dapat memahami sifat kesulitan yang dialami, mengetahui secara tepat faktor yang menyebabkannya serta menemukan berbagai cara mengatasinya yang relevan dengan faktor penyebabnya.
Prayitno dalam Buku Bahan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (Dari “Pola Tidak Jelas ke Pola Tujuh Belas”) Materi Layanan Pembelajaran, Depdikbud (1996) mengatakan bahwa secara skematik langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar untuk kegiatan bimbingan belajar, sebagai berikut :
Pengulangan Pengayaan Pengukuhan Percepatan
3          Identifikasi  Faktor Penyebab
6           Remedial
1  Identifikasi Kasus
5  Rekomendasi Refeal
4       Progosis
2      Identifikasi Masalah
 

















Berikut ini, penjelasan skema di atas tentang langkah-langkah diagnostik dan remedial kesulitan belajar, sebagai berikut[5] :
a.       Identifikasi Kasus
Pada langkah ini, menentukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar. Cara-cara yang ditempuh dalam langkah ini, sebagai berikut :
1)      Menandai siswa dalam satu kelas untuk kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
2)      Caranya, ialah dengan membandingkan posisi atau kedudukan prestasi siswa dengan prestasi kelompok atau dengan kriteria tingkat keberhasilan yang telah ditetapkan.
3)      Teknik yang ditempuh dapat bermacam-macam, antara lain:
a)      Meneliti nilai hasil ujian semester yang tercantum dalam laporan hasil belajar (buku leger), dan kemudian membandingkan dengan nilai rata-rata kelompok atau dengan kriteria yang telah ditentukan.
b)      Mengobservasi kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar, siswa yang berperilaku menyimpang dalam proses belajar mengajar diperkirakan akan mengalami kesulitan belajar.
b.      Identifikasi Masalah
Setelah menentukan dan memprioritaskan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan belajar, maka langkah berikutnya adalah menentukan atau melokalisasikan pada bidang studi apa dan pada aspek mana siswa tersebut mengalami kesulitan. Antara bidang studi tentu saja ada bedanya, karena itu guru bedang studi lebih mengetahuinya. Pada tahap ini kerjasama antara petugas bimbingan dan konseling, wali kelas, guru bidang studi akan sangat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajarnya. Cara dan alat yang dapat digunakan, antara lain :
1)      Cara yang langsung dapat digunakan oleh guru, misalnya:
a)      Tes diagnostik yang dibuat oleh guru untuk bidang studi masing-masing, seperti untuk bidang studi Matematika, IPA, IPS, Bahasa dan yang lainnya. Dengan tes diagnostik ini dapat diketemukan karakteristik dan sifat kesulitan belajar yang dialami siswa.
b)      Bila tes diagnostik belum tersedia, guru bisa menggunakan hasil ujian siswa sebagai bahan untuk dianalisis. Apabila tes yang digunakan dalam ujian tersebut memiliki taraf validitas yang tinggi, tentu akan mengandung unsur diagnosis yang tinggi. Sehingga dengan tes prestasi hasil belajar pun, seandainya valid dalam batas-batas tertentu akan dapat mengdiagnosis kesulitan belajar siswa.
c)      Memeriksa buku catatan atau pekerjaan siswa. Hasil analisis dalam aspek ini pun akan membantu dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa.
2)      Mungkin pula untuk melengkapi data di atas, bisa bekerjasama dengan orang tua atau pihak lain yang erat kaitannya dengan lembaga sekolah. Caranya, antara lain :
a)      Menggunakan tes diagnostik yang sudah standar.
b)      Wawancara khusus oleh ahli yang berwewenang dalam bidang ini.
c)      Mengadakan observasi yang intensif, baik di dalam lingkungan rumah maupun di luar rumah.
d)     Wawancara dengan guru pembimbing dan wali kelas, dengan orang tua atau dengan teman-teman di sekolah.
c.       Identifikasi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Faktor penyebab kesulitan belajar dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1)      Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri. Hal ini antara lain, disebabkan oleh :
a)      Kelemahan fisik, pancaindera, syaraf, cacat karena sakit, dan sebagainya.
b)      Kelemahan mental : faktor kecerdasan, seperti inteligensi dan bakat yang dapat diketahui dengan tes psikologis.
c)      Gangguan-gangguan yang bersifat emosional.
d)     Sikap kebiasaan yang salah dalam mempelajari materi pelajaran.
e)      Belum memiliki pengetahuan dan kecakapan dasar yang dibutuhkan untuk memahami materi pelajaran lebih lanjut.
2)      Faktor eksternal, yaitu  faktor yang berasal dari luar diri siswa, sebagai penyebab kesulitan belajar, antara lain :
a)      Situasi  atau proses belajar mengajar yang tidak merangsang siswa untuk aktif antisipatif (kurang memungkinkan siswa untuk belajar secara aktif “student active learning”).
b)      Sifat kurikulum yang kurang fleksibel.
c)      Beban studi yang terlampau berat.
d)     Metode mengajar yang kurang menarik.
e)      Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
f)Situasi rumah yang kurang kondusif untuk belajar.
Untuk memperoleh berbagai informasi di atas, dapat menggunakan berbagai cara dan bekerjasama dengan berbagai pihak yang berhubungan dengan kegiatan ini. Misalnya, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan fisik siswa, perlu bekerjasama dengan dokter atau klinik sekolah, untuk memperoleh data tentang kemampuan potensial siswa dapat bekerjasama dengan petugas bimbingan dan konseling (konselor) atau dengan psikolog, untuk mengetahui sikap dan kebiasaan belajar siswa dapat mengamatinya secara langsung di kelas, menggunakan skala sikap dan kebiasaan belajar, wawancara dengan wali kelas, dengan orang tua, dengan siswa itu sendiri, atau dengan teman-temannya, dan masih banyak cara yang dapat ditempuh.
d.      Prognosis/Perkiraan Kemungkinan Bantuan
Setelah mengetahui letak kesulitan belajar yang dialami siswa, jenis dan sifat kesulitan dengan faktor-faktor penyebabnya, maka akan dapat memperkirakan kemungkinan bantuan atau tindakan yang tepat untuk membantu kesulitan belajar siswa. Pada langkah ini, dapat menyimpulkan tentang :
1)      Apakah siswa masih dapat ditolong untuk dapat mengatasi kesulitan belajarnya atau tidak ?
2)      Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami siswa tersebut ?
3)      Kapan dan di mana pertolongan itu dapat diberikan ?
4)      Siapa yang dapat memberikan pertolongan ?
5)      Bagaimana caranya agar siswa dapat ditolong secara efektif ?
6)      Siapa sajakah yang perlu dilibatkan atau disertakan dalam membantu siswa tersebut, dan apakah peranan atau sumbangan yang dapat diberikan masing-masing pihak dalam menolong siswa tersebut ?
e.       Refereral
Pada langkah ini, menyusun suatu rencana atau alternatif bantuan yang akan dilaksanakan. Rencana ini hendaknya mencakup :
1)      Cara-cara yang harus ditempuh untuk menyembuhkan kesulitan belajar yang dialami siswa yang bersangkutan.
2)      Menjaga agar kesulitan yang serupa jangan sampai terulang lagi.
Dalam membuat rencana kegiatan untuk pelaksanaan sebagai alternatif bantuan sebaiknya, didiskusikan dan dikomunikasikan dengan pihak-pihak yang dipandang berkepentingan, yang diperkirakan kelak terlibat dalam proses pemberian bantuan.
Prosedur dan langkah-langkah diagnosis kesulitan belajar di atas, tampaknya lebih cenderung bersifat kuratif, dalam arti upaya mendeteksi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar setelah kegiatan belajar selesai dilaksanakan atau setelah diketahui prestasi belajar/hasil belajar siswa. Namun, dapat juga mengembangkan suatu prosedur diagnostik yang tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga dapat bersifat preventive developmental. Misalnya, sebelum pelajaran dimulai dapat memberikan test entering behavior atau pretest. Data yang diperoleh dengan tes tersebut dapat dijadikan dasar untuk memprediksi taraf kesiapan untuk mengikuti pelajaran.
Dari data yang diperoleh siswa dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang lebih homogen, sehingga memudahkan untuk memperlakukannya dalam mengajar. Cara ini merupakan tidakan atau upaya pencegahan (preventive). Contoh lain, selama proses belajar mengajar berlangsung, guru dapat mengamati kegiatan dan pekerjaan siswa dengan begitu guru dapat mengetahui kekeliruan-kekeliruan yang dibuat oleh siswa dan dengan segera dan langsung memberikan upaya bantuan. Dalam kegiatan ini adalah merupakan upaya diagnostik yang lebih bersifat pengembangan (developmental) karena dengan upaya itu siswa pada setiap saat dapat memperbaiki kekeliruannya sehingga sangat diharapkan dapat memperoleh kemajuan belajar secara kontinyu. Kemajuan belajar siswa dilihat sebagai suatu indikasi adanya perubahan kearah kemajuan yang ditunjukkan dengan prestasi belajar yang diperoleh siswa.
Dalam melaksanakan pengajaran remedial, bahwa boleh jadi akan terjadi pengulangan (repetition), pengayaan (enrichment), pengukuhan (reinforcement), dan percepatan (acceleration). Karena itu, meyangkut segala kegiatan dan pelaksanaannya hendaknya dicermati dengan sungguh-sungguh agar hasilnya memuaskan dan optimal keberhasilannya. Remedial yang dilakukan oleh guru, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan pada diri siswa, perlu dilakukan evaluasi kembali.[6]
C. Cara-cara mengatasi kesulitan belajar
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah) sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna  bagi hidupnya.
Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya. Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan.
Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum. Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses pembelajaran  biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
Tetapi menurut Brenner (1990) sebenarnya pendidikan anak prasekolah terefleksi dalam alat-alat perlengkapan dan  permainan yang tersedia, cara perlakuan guru terhadap anak, adegan dan desain kelas, serta  bangunan fisik lainnya yang disediakan untuk anak[7]. Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru agama, telah tercantum dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950 Bab X Pasal 15 yang berbunyi : “Syarat utama menjadi guru selain ijazah dan syarat-syarat lain mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pengajaran”. Beberapa cara mengatasi kesulitan dalam belajar dapat dilakukan dengan cara  belajar yang efektif dan efisien. Cara demikian merupakan problematika yang perlu mendapatkan perhatian cukup serius. Orang tua dan Guru Kelas kerap kali memberikan saran-saran kepada siswa agar rajin belajar karena rajin adalah pangkal cerdas. Orang cerdas akan mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan perkembangan zaman yang serba kompleks.
Berikut ini beberapa alternatif dalam kesulitan belajar :
1.      Observasi Kelas
Pada tahap ini observasi kelas dapat membantu mengurangi kesulitan dalam tingkat  pelajaran, misalnya memeriksa keadaan secara fisik bagaimana kondisi kelas dalam kegiatan  belajar, cukup nyaman, segar, sehat dan hidup atau tidak. Kalau suasana kelas sangat nyaman, tenang dan sehat, maka itu semua dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih semangat lagi.
2.      Pemeriksaan Alat Indera
Dalam hal ini dapat difokuskan pada tingkat kesehatan siswa khusus mengenai alat indera. Diupayakan minimal dalam sebulan sekali pihak sekolah melakukan tes atau  pemeriksaan kesehatan di Puskesmas / Dokter, karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang pelajaran yang baik pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut dapat menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke diri individu.
3.      Teknik Main Peran
Disini, seorang guru bisa berkunjung ke rumah seorang murid. Di sana seorang guru dapat leluasa melihat, memperhatikan murid berikut semua yang ada di sekitarnya. Di sini guru dapat langsung melakukan wawancara dengan orang tuanya mengenai kepribadian anak, keluarga, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu juga, guru bisa melihat keadaan rumah, kondisi dan situasinya dengan masyarakat secara langsung.
4.      Tes Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
Dalam hal ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang dapat dilihat dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan sederhana. Dengan latihan psikotes dapat diambil beberapa nilai kepribadian siswa secara praktis dari segi dasar, logika dan  privasi seseorang.


5.      Menyusun Program Perbaikan
Penyusunan program hendaklah dimulai dari segi pengajar dulu. Seorang pengajar harus menjadi seorang yang konsevator, transmitor, transformator, dan organisator. Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga atau alat yang lainnya yang menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan kelengkapan-kelengkapan yang lebih kompleks, motivasi belajarpun akan dengan mudah didapat oleh para siswa. Hendaklah semua itu disadari sepenuhnya oleh para pengajar sehingga tidak ada lagi kendala dan hambatan yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Selain itu tingkat kedisiplinan yang diterapkan di suatu sekolah dapat menunjang kebaikan dalam proses  belajar. Disiplin dalam belajar akan mampu memotivasi kegiatan belajar siswa. Alternatif lain yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah berikut ini :
a.    Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar  bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
b.   Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan adanya  perbaikan.
c.    Menyusun program perbaikan. Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan adanya ketetapan sebagai  berikut :
1)      Tujuan pengajaran remedial Contoh dari tujuan pengajaran remedial yaitu siswa dapat memahami kata “tinggi”, “pendek” dan “gemuk” dalam berbagai konteks kalimat.
2)      Materi pengajaran remedial Contoh materi pengajaran remedial yaitu dengan cara lebih khusus dalam mengembangkan kalimat-kalimat yang menggunakan kata-kata seperti di atas.
3)      Metode pengajaran remedial Contoh metode pengajaran remedial yaitu dengan cara siswa mengisi dan mempelajari hal-hal yang dialami oleh siswa tersebut dalam menghadapi kesulitan belajar.
4)      Alokasi waktu Contoh alokasi waktu remedial misalnya waktunya Cuma 60 menit.
5)      Teknik evaluasi pengajaran remedial Contoh teknik evaluasi pengajaran remedial yaitu dengan menggunakan tes isian yang terdiri atas kalimat-kalimat yang harus disempurnakan, contohnya dengan menggunakan kata tinggi, kata pendek, dan kata gemuk. Selanjutnya untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif atau cara-cara pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan penyuluhan.
Selain itu, guru juga sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar siswa. Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi fikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan siswa tidak  belajar, karena siswa tidak merasakan perubahan di dalam dirinya, padahal pada hakekatnya belajar adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang yang telah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
Penerapan sikap dan pembentukan kepribadian pada diri siswa harus dioptimalkan, mengingat keberhasilan suatu proses pembelajaran bukan diukur oleh adanya penambahan dan perubahan pengetahuan serta keterampilan saja, namun nilai sikap harus terakomodasi, sebab dengan perubahan sikap akan menentukan terhadap perubahan kognitif ataupun  psikomotor. Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar.
Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan, bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah interaksi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, serta dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri  peserta didik. Agar proses belajar mengajar tersebut berlangsung secara efektif selain diperlukan alat peraga sebagai pelengkap yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan  peserta didik diperlukan pula aturan dan tata tertib yang baku agar dalam pelaksanaannya teratur dan tidak menyimpang.
Dari hakikat proses belajar mengajar, pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka pembelajaran seyogyanya tidak atraktip melainkan harus demokrasi. Siswa harus menjadi subjek belajar, bukan hanya menjadi pendengar setia atau pencatat yang rajin, tetapi siswa harus aktif dan kreatif dalam berbagai pemecahan masalah. Dengan demikian guru harus dapat memilih dan menentukan pendekatan dan metode yang disesuaikan dengan kemampuannya, kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa.
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 96-101) langkah-langkah untuk mengatasi kesulitan belajar adalah sebagai berikut[8] :
1.   Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data.
2.   Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, selanjutnya diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data langkah yang dapat ditempuh antara lain :
a.       Identifikasi kasus
b.      Membandingkan antar kasus
c.       Membandingkan dengan hasil tes
d.      Menarik kesimpulan

3.   Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
a.       Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b.      Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c.       Keputusan mengenai factor utama penyebab kesulitan belajar.
4.   Pragnosis
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
5.   Treatment atau Perlakuan
Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar individual dan lain-lain.
6.   Evaluasi
Evaluasi disini untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diberikan tidak berhasil, maka diadakan pengecekan kembali.[9]






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar. Masalah  berkesulitan belajar termasuk dalam bidang pendidikan luar biasa. Jika tidak segera ditangani, lambat laun kesulitan belajarnya semakin kompleks, dan akhirnya menjadi masalah  bagi pendidikan, karena sumber daya manusia (SDM) yang dipersiapkan menjadi tidak tercapai. Untuk itu perlu adanya upaya penanganan siswa berkesulitan belajar yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. Jadi dapat disimpulkan kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar  pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai manivestasi tingkahlaku,  baik secara langsung maupun tidak langsung 
B.  Saran
Semoga makalah ini bisa di bahas dan di pelajari serta menjadi suatu motivasi belajar yang mendorong mahasiswa untuk membaca dan sekaligus memahami isi dari makalah, dan kepada kita selaku penyusunnya supaya bisa bermanfaat di kemudian hari.












DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono,  Psikologi Belajar, Rineka Cipta, 1991.
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1996.  
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2011.


[1] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono,  Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 74.
[2] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Op. Cit., hal. 89
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hal. 235.
[4] Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996),  hal. 88.
[5] Syaful Bahri Djamarah, Op. Cit., hal. 241-243.
[7] M. Solehuddin, Konsep dasar pendidikan prasekolah, (Bandung: IKIP Bandung, 1997). Hlm. 55
[8] Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Op. Cit., hal. 87-88.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar