Kamis, 02 Mei 2019

Skripsi Achmad Dimyati BAB 2

Tidak ada komentar:

 BAB II
KAJIAN TEORI
A.  Pengertian Strategi
Strategi adalah ilmu siasat perang, siasat perang, bahasa pembicaraan akal (tipu muslihat) untuk mencapai suatu maksud atau tujuan tertentu. Strategi identik dengan teknik, siasat perang. Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[13]
Strategi menurut kemp (1995) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan Guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut J.R. David dalam Teaching Strategies for College Class Room (1976) adalah a plan, method, or series of activities designe to achieves a particular educational goal (P3G, 1980).
Newman dan Logan (Abin Syamsudin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha sebagai berikut:
a.    Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
b.    Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
c.    Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.

Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (kriteria) dan patokan ukuran (standar) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achiefement) usaha.[14]

B.  Guru Pendidikan Agama Islam
Guru adalah figure seorang pemimpin atau sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik yang bertujuan untuk membangun kepribadian anak didik menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Jadi guru disini mempunyai tanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik.[15]
Pendidik atau Guru adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan, dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkan dalam rangka mentransformasikan ilmu dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak dan karakter peserta didik.[16] Guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran disekolah.[17]
Menurut Zakiyah Darajat Guru PAI adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran agama islam, secara menyeluruh lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agam Islam yang diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.[18] Jadi PAI (Pendidikan Agama Islam) adalah usaha dasar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan mengamalkan Ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara emplisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan  yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahlan anaknya kepada sembarang guru/sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru.[19]
1.    Kedudukan Guru Pendidikan Agama Islam
Salah satu hal yang amat menarik pada ajaran Islam Adalah penghargaan islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga mendapatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul. Mengapa demikian? Karena guru selalu terikat dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam amat menghargai pengetahuan. Penghargaan islam terhadap ilmu tergambar dalam hadits-hadits yang artinya sebagai berikut :
a.    Tinta ulama lebih berharga dari pada darah syuhada.
b.    Orang berpengetahuan melebihi orang yang senang beribadat, yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan salat, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang di jalan Allah.
c.    Apabila meninggal sorang alim, maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh seorang alim yang lain.
Menurut Al-Ghazali menjelaskan kedudukan yang tinggi yang diduduki oleh orang berpengetahuan dengan ucapannya bahwa orang alim yang bersedia mengamalkan pengetahuannya adalah orang besar di semua kerajaan langit, dia seperti matahari yang menerangi alam, ia mempunyai cahaya dalam dirinya, seperti minyak wangi yang mengharumi orang lain karena ia memang wangi.[20]
Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas dan tanggung jawab yang berat. Mengemban tugas memang berat. Tapi lebih berat lagi mengemban tanggung jawab. Sebab tanggung jawab guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi di luar sekolah sekalipun.[21]
2.    Syarat Guru Pendidikan Agama Islam
Soejono menyatakan bahwa syarat guru adalah sebagai berikut :
a.    Tentang umur, harus sudah dewasa
Tugas adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa, anak-anak tidak dapat diminta pertanggung jawaban.
b.    Tentang kesehatan harus sehat jasmani dan ruhani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi ruhani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik. Orang idiot tidak mungkin mendidik karena ia tidak akan mampu bertanggung jawab.
c.    Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
Ini yang penting sekali bagi pendidik, termasuk guru (orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mengajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Seringkali terjadi kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidikan di dalam rumah tangga.
d.   Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan, bila ia sendiri tidak baik perangainya? Dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu mengajar.[22]
Munir mursi, tatkala membicarakan syarat guru kuttab (semacam sekolah dasar di Indonesia), menyatakan syarat terpenting bagi guru dalam islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian syarat guru dalam islam adalah sebagai berikut:
a.    Guru harus mengetahui karakter murid.
b.    Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
c.    Guru harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.[23]
Menjadi guru menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan, tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini:
a.    Takwa kepada Allah SWT.
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah saw. Menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
b.    Berilmu
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.
c.    Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan “mens sana in corpora sano”, yang artinya dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak benar secara keseluruhan, akan tetapi kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didik.
d.   Berkelakuan Baik
Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus memberi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakuakn jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berkhlak mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud akhlak mulia dalam ilmu pendidikan islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti yang dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad saw. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat.
Di Indonesia untuk menjadi guru diatur dengan beberapa persyaratan, yakni berijazah, profesional, sehat jasmani dan rohani, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepribadian yang luhur, bertanggung jawab, dan berjiwa nasional.[24] 
3.    Sifat Guru dalam Pandangan Islam
Al-abrasyi menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a.    Zuhud: tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mencari keridaan Allah
b.    Bersih tubuhnya: jadi, penampilan lahirnya menyenangkan
c.    Bersih jiwanya: tidak mempunyai dosa besar
d.   Tidak riak: riak menghilangkan keikhlasan
e.    Tidak memendam rasa dengki dan iri hati
f.     Tidak menyenangi permusuhan
g.    Ikhlas dalam melaksanakan tugas
h.    Sesuai perbuatan dengan perkataan
i.      Tidak malu mengakui ketidaktahuan
j.      Bijaksana
k.    Tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar
l.      Rendah hati (tidak sombong)
m.   Lemah lembut
n.    Pemaaf
o.    Sabar, tidak marah karena hal-hal kecil
p.    Berkepribadian
q.    Tidak merasa rendah diri
r.     Bersifat kebapakan (mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri)
s.     Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan, pemikiran.[25]
Sementara itu, Mahmud Junus menghendaki sifat-sifat guru muslim sebagai berikut :
a.    Menyayangi muridnya dan memperlakukan mereka seperti menyayangi dan memperlakukan anak sendiri.
b.    Hendaklah guru member nasehat kepada muridnya seperti melarang mereka menduduki suatu tingkat sebelum berhak mendudukinya.
c.    Hendaklah guru memperingatkan muridnya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan untuk menjadi pejabat, untuk bermegah-megah, atau untuk bersaing.
d.   Hendaklah guru melarang muridnya berkelakuan tidak baik dengan cara lemah lembut, bukan dengan cara mencaci maki.
e.    Hendaklah guru mengajarkan kepada murid-muridnya mula-mula bahan pelajaran yang mudah dan banyak terjadi di dalam masyarakat.
f.     Tidak boleh guru merendahkan pelajaran lain yang tidak diajarkannya.
g.    Hendaklah guru mengajarkan masalah yang sesuai dengan kemampuan murid.
h.    Hendaklah guru mendidik muridnya supaya berfikir dan berijtihad, bukan semata-mata menerima apa yang diajarkan guru.
i.      Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataanya berbeda dari perbuatannya.
j.      Hendaklah guru memberlakukan semua muridnya dengan cara adil, jangan membedakan murid atas dasar kekayaan atau kedudukan.[26]
Sifat sifat guru yang dimaksud Mahmud Junus itu bercampur dengan tugas dan syarat guru. Itu adalah karena ia menuliskannya dalam redaksi yang kurang tepat, jika diubah dalam redaksi yang menggunakan kata sifat, kira-kira kita temukan sifat guru sebagai berikut :
a.    Kasih sayang pada murid
b.    Senang memberi nasihat
c.    Senang memberi peringatan (Apa bedanya dengan nomor dua?)
d.   Senang melarang murid melakukan hal yang tidak baik
e.    Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuai dengan lingkungan murid
f.     Hormat pada pelajaran lain yang bukan pegangannya
g.    Bijak dalam memilih bahan pelajaran yang sesuia dengan taraf kecerdasan murid
h.    Mementingkan berpikir dan berijtihad
i.      Jujur dalam keilmuan
j.      Adil
  Sifat-sifat guru yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:
a.    Kasih sayang kepada anak didik
b.    Lemah lembut
c.    Rendah hati
d.   Menghormati ilmu yang bukan pegangannya
e.    Adil
f.     Menyenangi ijtihad
g.    Konsekuen, perkataan sesuai dengan perbuatan
h.    Sederhana
4.    Tugas Guru Pendidikan Agama Islam
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara.[27]
Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.[28]
Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bahkan bila dirinci lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah N.K., bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
a.    Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
b.    Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila.
c.    Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai Undang-undang Pendidikan yang merupakan Keputusan MPR No. II Tahun 1983.
d.   Sebagai perantara dalam belajar.
e.    Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
f.     Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
g.    Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjadi lebih dahulu.
h.    Guru sebagai administrator dan manajer.
i.      Pekerjaan guru sebagai suatu profesi.
j.      Guru sebagai perencana kurikulum.
k.    Guru sebagai pemimpin.
l.      Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.
Dengan meneliti point-point tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan. Profesi guru harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas dengan baik, dan ikhlas. Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang patut diperjuangkan melebihi profesi-profesi lainnya, sehingga keinginan peningkatan kompetensi guru dan kualitas belajar anak didik bukan hanya sebuah slogan di atas kertas.[29]
Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan islami-juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, member contoh, membiasakan, dan lain-lain.
Ag. Soejono merinci tugas pendidik (termasuk guru) sebagai berikut :
a.    Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya
b.    Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang
c.    Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat
d.   Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik berjalan dengan baik
e.    Memberikan bimbingan dari penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.[30]
     Kemulian dan ketinggian derajat guru yang diberikan oleh Allah SWT disebabkan mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah Islamiyah yang juga bertujuan mengajak umat islam untuk berbuat baik. Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman :
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Artinya:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”(Q.S. Ali Imran: 104).[31]

5.    Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
Tanggung jawab guru adalah mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu bagaimana perbuatan yang susila dan asusila. Mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika di kelas, di luar kelaspun sebaiknya guru contohkan melalui sikap, tingkah laku dan perbuatan.[32]
Sebagai pendidik, guru menerima tanggung jawab dalam mendidik anak pada tiga pihak yaitu orang tua, masyarakat, dan Negara. Tanggung Jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan peserta didik dan diharapkan pula dari pihak guru memancar sikap-sikap dan sifat-sifat yang normatif baik sebagai kelanjutan dari sikap dan sifat oran tua pada umumnya, antara lain: kasih sayang kepada peserta didik dan tanggung jawab kepada tugas mendidik.
Guru adalah figur seorang pemimpin, arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik. Dengan demikian, guru memiliki kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik menjadi orang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Dengan kata lain guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap dan dapat diharapkan membangun dirinya, bangsa dan negaranya. Guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait oleh dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian. Secara umum tugas guru PAI meliputi empat hal yaitu: tugas profesi, tugas keagamaan, tugas kemanusiaan dan tugas kemasyarakatan.
Tugas guru PAI sebagai profesi adalah mendidik, mengajar, melatih dan menilaiatau mengevaluasi proses dan hasil belajar-mengajar. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.[33] Menilai adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengukur atau mengetahui tingkat keberhasilan proses dan hasil belajar mengajar di kelas.
Dalam tinjauan agama islam, tugas keagamaan guru sebagai juru dakwah yaitu bertugas menyampaikan kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar), mentransfer ilmu kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Sehingga tugas yang diemban ini semata-mata untuk menyebarkan dan mensosialisasikan ajaran agama kepada peserta didik. Untuk dapat melaksanakan tugas ini dengan baik, guru terlebih dahulu mengerti, memahami dan mengamalkan ajaran islam, bertakwa kepada Allah dan berakhlak mulia. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia juga harus dapat menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.[34] Sedangkan dibidang kemasyarakatan guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara Indonesia yang bermoral Pancasila.[35]
 Jadi tugas dan tanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak peserta didik untuk membentuk peserta didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa dan bangsa di masa yang akan datang tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.

C.  Pembinaan Akhlakul Karimah
1.    Pengertian Pembinaan Akhlakul Karimah
Pembinaan adalah perbaikan, atau tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna serta berhasil dalam memperoleh hasil yang lebih baik.[36] Dalam perkembangannya, pembinaan dapat dipahami sebagai usaha dengan sengaja terhadap peserta didik oleh pendidik untuk mencapai tujuan tertentu dari pendidikan.
Sedangkan kata akhlak berasal dari bahasa arab jamak dari khulukun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Kata tersebut mengandung arti  yang sesuai dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, sangat erat hubungannya dengan khaliq artinya menciptakan, tindakan atau perbuatan, sebagaimana terdapat kata al-khaliq artinya pencipta dan makhluk, artinya diciptakan.
Jadi pengertian akhlak, timbul sebagai alat yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluknya. Sedangkan menurut istilah, akhlak didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
Ibnu Maskawaih yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan  perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu Imam Al-Ghozali, dikenal sebagai khujjatul islam (pembela islam) karena kepiawaiannya dalam membela islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, mendefinisikan akhlak adalah segala sifat yang tertanam dalam hati, yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan.[37]
Definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi dan  memiliki lima ciri penting dari akhlak, yaitu:
a.    Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang sehingga menjadi kepribadiannya.
b.    Akhlak yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur, atau gila.
c.    Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.
d.   Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
e.    Sejalan dengan ciri yang keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik), akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT., bukan karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Dengan demikian, secara terminologis pengertian akhlak adalah tindakan yang berhubungan dengan tiga unsur penting, yaitu sebagai berikut.
a.    Kognitif, yaitu pengetahuan dasar manusia melalui potensi intelektualitasnya.
b.    Afektif, yaitu pengembangan potensi akal manusia melalui upaya menganalisis berbagai kejadian sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan.
c.    Psikomotorik, yaitu pelaksanaan pemahaman rasional ke dalam bentuk perbuatan yang konkret.
Dengan yang lebih luas dari Ibnu Maskawaih, mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan mancam-macam perbuatan dengan gamblang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sedangkan Ahmad Amin seorang pakar akhlak modern, akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan, maksudnya apabila kehendak itu sudah menjadi suatu kebiasaan.[38] Sesuai dengan Al-Qur’an Surat Al-Qalam : 4
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  
Artinya :
“Dan Sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur”(Q.S. Al-Qalam: 4).[39]

Dengan demikian untuk meraih kesempurnaan akhlak, seseorang harus melatih diri dan kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang harus berlatih dan membiasakan mewujudkan pemikiran dan kehendak baiknya itu dalam hidup sehari-hari. Dengan cara demikian seseorang akan meraih kesempurnaan akhlak, sebab akhlak seseorang bukanlah tindakan yang direncanakan pada saat-saat tertentu saja, namun akhlak merupakan kautamaan kehendak dan perbuatan yang melekat pada seseorang, yang akan tampak pada perilakunya sehari-hari.[40]
Akhlakul Karimah adalah akhlak yang terpuji, yaitu perbuatan terpuji dan mulia yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan atas dasar kesadaran jiwa, bukan karena keterpaksaan. Nabi saw, diutus tidak lain hanya untuk menyempurnakan budi pekerti luhur. Nabi saw. Bersabda:

اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَرِمَ الْاَخْلاَقِ

Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur”(H.R. Ahmad).

Perlu dijelaskan pula bahwa memang sering perbuatan itu dilakukan secara kebetulan tanpa adanya kemauan atau dikehendaki, atau juga sesuatu perbuatan yang dilakukan sekali atau beberapa kali saja, begitu pula suatu perbuatan yang dilakukan tanpa adanya ikhtiar dan kebeb asan, dalam arti dilakukannya perbuatan tersebut dengan terpaksa, maka perbuatan-perbuatan seperti di atas tidaklah dapat dikategorikan kedalam “akhlak”.[41]
Berdasarkan pengertian diatas yang dimaksud dengan akhlakul karimah siswa adalah segala perbuatan yang baik yang ditimbulkan oleh seorang siswa tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan yang mana sifat itu menjadi budi pekerti yang utama dan dapat meningkatkan harkat martabat siswa dimata orang lain.
2.    Dasar Pembinaan Akhlakul Karimah
Adapun dasar pembinaan akhlakul karimah siswa sesuai dengan dasar Pendidikan Agama Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Dengan berdasarkan pada pedoman keduanya maka dalam membina akhlakul karimah siswa dapat mengantarkan siswa kepada kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun akhirat.
a.    Dasar Akhlak dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 104 juga dijelaskan tentang pentingnya dalam membina akhlakul karimah adalah sebagai berikut:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya :
“dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung”(Q.S. Ali Imron: 104).[42]

Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Ahzab: 21

ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah” (Q.S. Al-Ahzab: 21).[43]
       
Sedangkan Allah telah memuji Nabi-Nya tentang kebaikan akhlaknya, dalam firmannya dalam Q.S. Al Qalam ayat 4:
y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ  
Artinya:      
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur” (Q.S. Al-Qalam: 4).[44]

Allah menjadikan akhlak mulia itu sebagai penyebab untuk meraih surga yang tinggi Allah SWT Berfirman dalam Q.S. Ali Imran ayat 133-134:
(#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)­GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ   tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ  
Artinya:
“dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan” (Q.S. Ali Imron: 133-134).[45]

b.    Dasar Akhlak dalam Al-Hadist.
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِاُتَمِّمَ مَكَرِمَ الْاَخْلاَقِ

Artinya:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur” (H.R. Ahmad).

اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya:
Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang budi pekertinya paling baik” (H.R. At-Turmuzi).

3.    Tujuan Pembinaan Akhlakul Karimah
Tujuan merupakan sasaran yang hendak dicapai sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Adapun tujuan pembinaan akhlakul karimah siswa adalah:
a.    Tertanamnya keyakinan yang kuat pada aqidah dan kebenaran islam.
b.    Membentuk pribadi yang berakhlak mulia. Dengan pribadi yang mulia maka senantiasa akan berbuat baik dan berprilaku terpuji. Dengan kata lain jika berakhlak mulia maka akan mendapatkan kebahagiaan kehidupan manusia, lahir maupun batin.
c.    Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah yaitu dengan cara menghindarkan diri dari akhlak tercela dan membiasakan untuk selalu bersikap baik dalam segala hal baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
d.   Amar ma’ruf nahi munkar terhadap segala sesuatu yang dijumpai berdasarkan aturan dan hukum yang ada.
e.    Terciptanya ruh ukhuwah islamiyah di dalam kehidupan sosial.
4.    Bentuk Kegiatan Pembinaan Akhlakul Karimah
Pada dasarnya sekolah merupakan suatu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna di dalam rumah maupun di lingkungan masyarakat. Sekolah tidak hanya bertanggung jawab memberikan bimbingan, pembinaan dan bantuan terhadap anak-anak yang bermasalah, baik dalam belajar, emosional maupun sosial sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi masing-masing.[46]
Namun hendaknya diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan akhlak anak didik, dengan kata lain, supaya sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak didik dimana pertumbuhan mental, moral, sosial, dan segala aspek kepribadian dapat berjalan dengan baik.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Zakiyah Daradjat dalam bukunya ilmu jiwa agama, bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik guru, pegawai-pegawai, buku-buku peraturan-peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembiaan mental yang sehat, akhlak yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak-anak itu dapat lega dan tenang dalam pertumbuhannya  dan jiwanya tidak goncang.[47]
Dalam hal ini bentuk kegiatan yang dilaksanakan di sekolah diantaranya ialah:
a.    Memberikan pengajaran dan kegiatan yang bisa menumbuhkan pembentukan pembiasaan berakhlak mulia dan beradat kebiasaan yang baik. Misalnya:
1)   Membiasakan siswa bersopan santun dalam bertutur kata, berbusana, dan bergaul dengan baik di sekolah maupun lingkup luar sekolah.
2)   Membiasakan siswa dalam hal tolong menolong, sayang kepada yang lemah dan menghargai orang lain.
3)   Membiasakan siswa bersikap ridho, optimis, percaya diri, menguasai emosi, dan sabar.
b.    Membuat program kegiatan keagamaan, yang mana dengan kegiatan tersebut bertujuan untuk memantapkan rasa keagamaan siswa, membiasakan diri berpegang teguh pada akhlakul karimah dan membenci akhlakul mazmumah.
1)      Adanya program sholat dhuhur berjama’ah
2)      Adanya program sholat jum’at disekolah
3)      Diadakannya peringatan-peringatan hari besar islam
4)      Adanya kegiatan pondok ramadhan
5)      Adanya program majlis ta’lim
6)      Adanya peraturan-peraturan tentang kedisiplinan dan tata tertib sekolah
Dengan adanya program kegiatan diatas tadi diharapkan mampu menunjang peaksanaan guru agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di sekolah.
5.    Manfaat Pembinaan Akhlakul Karimah
Dengan bekal ilmu akhlak, orang dapat mengetahui batas mana yang baik dan batas mana yang buruk. Juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Dengan maksud dapat menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
Orang yang berakhlak dapat memperoleh irsyad, taufik dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di dalam lubuk hati. Di mana hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan selalu mendapat ridha Allah, juga selalu disenangi oleh sesama makhluk.[48]
Walaupun demikian, untuk mendapatkan semua diatas yaitu meraih kebahagiaan, kesejahteraan, dan ridha Allah tidak begitu mudah. Manusia harus dapat membandingkan mana yang buruk dan mana yang baik. Membedakan keduanya berarti dapat menilai. Apabila orang dapat berpegang pada kebaikan dan membuang keburukan, inilah jalan kelurusan. Lebih lanjut seseorang dapat memilih yang baik dan kemudian meninggalkan tindakan yang buruk.
Orang yang sudah mencapai pemilihan terhadap kebaikan, diupayakan ada proses keyakinan dan menjadikan dirinya kontinuitas (terus-menerus) dalam tindakan untuk membiasakan diri pada kebaikan, akhirnya akan dapat menumbuhkan kegemaran.
Atas seorang yang mendapat kebahagiaan karena akibat tindakan yang baik dan benar, dan berakhlak baik maka akan memperoleh:
a.    Irsyad            : Artinya dapat membedakan antara amal yang baik dan
amal yang buruk.
b.    Taufiq            : Perbuatan kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.
Dan dengan akal yang sehat.
c.    Hidayah        : Berarti seseorang akan gemar melakukan yang baik dan
terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.[49]
 Dr. Hamzah Ya’kub menyatakan bahwa hasil hasil atau hikmah dan faedah dari akhlak, adalah sebagai berikut:
a.    Meningkatkan derajat manusia
Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah atau bidang mental spiritual. Antara orang yang berilmu pengetahuan tidaklah sama derajatnya dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan. Orang yang berilmu secara praktis memiliki keutamaan dengan derajat yang lebih tinggi.
Dengan demikian, tentulah orang-orang yang mempunyai pengetahuan dalam ilmu akhlak lebih utama dari pada orang yang tidak tahu ilmu akhlak. Pengetahuan ilmu akhlak itu dapat mengantarkan seseorang kepada jenjang kemuliaan akhlak, karena dengan ilmu itu dia akan dapat menyadari mana perbuatan yang baik yang mengantarkan kepada kebahagiaan dan mana pula perbuatan yang jahat yang bakal menjerumuskan kepada kesesatan dan kecelakaan. Dengan ilmu akhlak yang dimilikinya itu dia selalu berusaha memelihara diri supaya senantiasa berada pada garis akhlak yang mulia, yang diridhai Allah SWT, dan menjauhi segala bentuk akhlak yang tercela, yang dimurkai Allah SWT.[50]
b.    Menuntun kepada kebaikan
Ilmu akhlak bukan sekadar memberitahukan mana yang baik dan mana yang buruk, melainkan juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup yang suci dengan memproduksi kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan manfaat bagi manusia.
Memang benar tidaklah semua manusia itu dapat dipengaruhi oleh ilmu itu serempak dan seketika menjadi baik. Akan tetapi kehadiran ilmu akhlak mutlak diperlukan laksana kehadiran dokter yang berusaha menyembuhkan penyakit. Dengan advis yang diberikan dokter, dapatlah orang sakit menyadari cara-cara yang perlu ditempuh untuk memulihkan kesehatannya.
Demikian ilmu akhlak memberikan advis kepada yang mau menerimanya tentang jalan-jalan membentuk pribadi mulia yang dihiasi oleh akhlakul karimah. Dengan keterangan tersebut jelaslah bahwa pengetahuan akhlak, adalah ilmu yang mengundang kepada kebaikan, serta memberikan tuntunan kepadanya.
c.    Manifestasi kesempurnaan iman
Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan perkataan lain bahwa keindahan akhlak adalah manifestasi daripada kesempurnaan iman.
Sebaiknya tidaklah dipandang orang itu beriman dengan sungguh-sungguh jika akhlaknya buruk. Untuk menyempurnakan iman, haruslah menyempurnakan akhlak dengan mempelajari ilmunya sebagai suluh.[51]
d.   Keutamaan di hari kiamat
Disebutkan dalam hadits Rasulullah Saw. Menerangkan orang-orang yang berakhlak luhur, akan menempati kedudukan yang terhormat di hari kiamat.
Abu Umamah Al-Bahili R.A. berkata: Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya:
“Saya dapat menjamin suatu rumah di kebun surga untuk orang yang meninggalkan perdebatan, meskipun ia benar. Dan menjamin satu rumah di pertengahan surga bagi orang yang tidak berdusta meskipun bergurau. Dan menjamin satu rumah di bagian yang tinggi dari surga bagi orang baik budi pekertinya” (H.R. Abu Dawud).[52]   

e.    Kebutuhan pokok dalam keluarga
Sebagaimana halnya makanan, minuman, pakaian dan perumahan merupakan kebutuhan material yang primer dalam suatu keluarga, maka akhlak adalah kebutuhan primer dari segi moral. Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga bahagia.
f.     Membina kerukunan antar tetangga
Pentingnya akhlakul karimah di sini cukup jelas, karena betapa banyaknya lingkungan yang gaduh karena tidak mengindahkan kode etika. Islam mengajarkan agar antara tetangga dibangun jembatan emas berupa silaturahmi, mahabbah dan mawaddah. Nabi dengan telitinya memperhatikan masalah ini, sampai-sampai beliau anjurkan jangan merasa malu menghadiahkan kepada tetangganya sekalipun hanya berupa kaki kambing dan kuah gulai.
g.    Untuk mensukseskan pembangunan bangsa dan negara
Akhlak adalah faktor mutlak dalam nation dan character building. Suatu bangsa atau negara akan jaya, apabila warga negaranya terdiri dari orang-orang atau masyarakat yang berakhlak mulia. Sebaliknya negara akan hancur apabila warganya terdiri dari orang-orang yang bejat akhlaknya.

h.    Dunia betul-betul membutuhkan akhlakul karimah
Dari dulu sampai sekarang, dunia selalu penuh dengan orang-orang baik dan orang-orang jahat. Di mana-mana tempat di dunia ini, kedua kelompok tersebut selalu ada, sekalipun jumlahnya berbeda-beda.
Jika dunia ditangani para Nabi dan Rasul serta ahli-ahli hikmah seolah-olah dunia tersenyum gembira, dunia damai dan tenang. Karena mereka itu selalu menggemakan panggilan akhlakul karimah, menyeru umat manusia memiliki pribadi yang baik lagi luhur.
Jadi dengan mempelajari dan dengan adanya pembinaan akhlakul karimah siswa, maka siswa diharapkan memelihara diri agar senantiasa berada pada garis akhlak yang mulia dan menjauhi segala bentuk akhlak yang tercela sehingga manusia akan dihargai dan dihormati. Untuk itu sangat penting sekali pembinaan akhlak siswa melalui materi Pendidikan Agama Islam yang harus ditanamkan sejak dini, agar mereka mampu menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari sehingga terbukalah kepribadian siswa yang berakhlakul karimah.


D.  Strategi Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa
1.    Strategi Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa
Strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan Akhlakul karimah siswa adalah rangkaian kegiatan-kegiatan yang telah didesain oleh guru Pendidikan Agama Islam secara cermat untuk perbaikan pembinaan, atau tindakan untuk membina akhlakul karimah siswa disuatu lembaga sekolah tertentu sesuai dengan tempat guru Pendidikan Agama Islam tersebut mengajar.
Berikut ini langkah-langkah strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa:
a.    Pendidikan Secara Langsung
Menurut marimba bahwa pendidikan secara langsung ini terdiri dari lima macam yaitu:
1)   Teladan
Disini guru sebagai teladan bagi anak didiknya dalam lingkungan sekolah disamping orang tua dirumah. Guru hendaknya menjaga dengan baik perbuatan maupun ucapanya sehingga naluri anak yang suka meniru dan mencontoh dengan sendirinya akan mengerjakan apa yang disarankan baik itu orang maupun guru.[53]
2)   Anjuran
Anjuran adalah saran untuk berbuat atau melakukan hal yang positif. Dengan adanya anjuran menanamkan kedisiplinan pada siswa sehingga akhirnya akan menjalankan segala sesuatu dengan disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik.
3)   Latihan
Tujuan dari latihan adalah untuk menguasai gerakan hafalan dan ucapan-ucapan (pengetahuan). Dalam melakukan ibadah gerakan dan ucapan itu penting. Dengan adanya latihan diharapkan bisa tertanamkan dalam hati dan jiwa mereka.
4)   Kompetensi
Kompetensi adalah persaingan meliputi hasil yang dicapai oleh siswa. Dengan adanya kompetensi para siswa akan terdorong dalam belajar.
Misalnya guru mendorong anak untuk berusaha lebih giat dalam beribadah. Kompetensi menumbuhkan rasa kebersamaan dan menanamkan rasa saling percaya.
5)   Pembiasaan
Pembiasaan merupakan strategi yang penting bagi pembinaan akhlakul karimah. Karena pembiasaan yang baik bila dilakukan secara terus-menerus akan muncul rutinitas yang baik dan tidak akan menyimpang dari ajaran islam.
b.    Pendidikan Secara Tidak Langsung
Yaitu strategi guru yang bersifat pencegahan, penekanan pada hal-hal yang akan merugikan.[54] Strategi ini dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya adalah:
1)   Larangan
Adalah suatu keharusan untuk tidak melakukan pekerjaan yang dilarang tersebut. Strategi ini dimaksudkan untuk mendisiplinkan peserta didik.
2)   Koreksi
Koreksi adalah suatu strategi untuk mencegah dan menjaga, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mengingat manusia bersifat tidak sempurna maka kemungkinan untuk berbuat salah serta penyimpangan, maka sebelum kesalahan-kesalahan itu terjadi lebih baik selalu ada usaha koreksi dan pengawasan.
3)   Hukuman
Hukuman adalah suatu tindakan yang dijatuhkan kepada peserta didik secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan efek jera. Dengan adanya efek jera tersebut siswa akan sadar atas perbuatannya dan ia berjanji untuk tidak melakukannya lagi.
Hukuman ini dilakukan apabila larangan yang telah diberikan ternyata masih dilakukan oleh peserta didik. Tetapi hukuman yang cocok bagi siswa bukanlah hukuman badan melainkan hukuman yang sifatnya bisa membuat mereka tidak mau melakukan perbuatan tersebut dan juga benar-benar menyesal atas perbuatan yang sudah dilakukannya. Hukuman yang cocok adalah hukuman lewat tindakan-tindakan, ucapan, dan syarat.
Selain langkah-langkah strategi ada juga metode-metode dalam pembinaan akhlakul karimah yang digunakan antara lain:
a.    Metode Keteladanan
Keteladanan dalam bahasa Arab disebut uswah, iswah, atau qudwah, qidwah yang berarti perilaku baik yang dapat ditiru orang lain (anak didik). Dalam pembinaan Akhlakul Karimah tidak hanya dapat dilakukan dengan pelajaran, instruksi dan larangan melainkan dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.
Orang tua dan guru yang biasa memberikan keteladanan mengenai perilaku baik, maka biasanya akan ditiru oleh anaknya dan muridnya dalam mengembangkan pola perilaku mereka. Imam Al-Ghazali mengibaratkan bahwa orang tua itu seperti cermin bagi anak-anaknya. Artinya bahwa perilaku orang tua itu biasanya ditiru oleh anak-anaknya karena dalam diri anak cenderung suka meniru.
b.    Metode Nasehat
Pada umumnya nasehat diberikan kepada orang yang melanggar peraturan, nasehat akan memberikan efek bagi orang bahwa yang dilakukannya salah, sehingga mereka mengetahui salahnya dan selanjutnya bisa merubah perilaku yang salah tersebut menjadi perilaku yang baik.
c.    Metode Ceramah
Metode ceramah  merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh para pendidik dalam menyampaikan atau mengajak orang untuk mengikuti ajaran yang lebih ditentukan. Metode tersebut bisa berbeda, tergantung pada pembinanya, bagaimana bicaranya, dan bagaimana bobot pembicaraanya dan apa prestasi yang sudah dilakukan.[55]
d.   Metode Kisah-kisah
Kisah atau cerita sebagai metode pendidikan yang mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Kisah tersebut banyak dikemukakan oleh islam yang terdapat dalam Al-Qur’an atau hadits. Untuk itulah dalam menggunakan metode kisah-kisah biasanya mengenai pembahasan tentang akhlak dan keimanan.
Dengan adanya uraian yang sudah diterangkan diatas, masalah yang terjadi dalam langkah-langkah strategi dan metode pembinaan akhlak atau pelaksanaanya bagi guru maupun orang tua mempunyai pengaruh yang penting dalam pelaksanaan pembinaan akhlakul karimah siswa.
Menerapkan Akhlakul karimah dalam kehidupan guru begitu penting, sebab penampilan, perkataan, akhlak, dan apa saja yang terdapat padanya, dilihat, didengar, dan pasti diketahui oleh siswa dan hal itu akan mereka tiru, dan lebih jauh akan mempengaruhi dalam pembentukan dan pembinaan akhlak mereka.
2.    Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan Akhlakul Karimah Siswa
Akhlak yang baik dilandasi oleh ilmu, iman, amal dan taqwa. Ia merupakan kunci bagi seseorang untuk melahirkan perbuatan dalam kehidupan yang diatur oleh agama. Dengan ilmu, iman, amal dan taqwa. Seseorang dapat berprilaku yang tidak sesuai dengan akhlakul karimah. Sebab, ia lupa kepada Allah yang telah menciptakannya.[56]
Membina dan mendidik akhlak terhadap siswa di sekolah tidak selamanya berjalan mulus tanpa halangan rintangan bahkan sering terjadi berbagai masalah dan yang mempengaruhi proses pembinaan akhlak siswa disekolah. Dalam pembinaan akhlakul karimah siswa ada faktor pendukung dan penghambat yang sangat berpengaruh dalam pembinaan akhlak siswa. Maka perlu kita ketahui berbagai faktor penting dalam akhlak, yang memainkan peranan dalam menentukan baik buruknya tingkah laku seseorang. Faktor-faktor tersebut turut “mencetak” dan mempengaruhi tingkah laku manusia selaku pelaku akhlak, faktor tersebut adalah sebagai berikut:[57]
a.    Faktor Pendukung Pembinaan Akhlakul Karimah
Faktor pendukung adalah keadaan yang membuat pekerjaan atau kegiatan semakin mudah untuk dilakukan karena mendapat bantuan dari pihak luar. Berikut faktor pendukung strategi guru Pendidikan Aagama Islam dalam pembinaan Akhlakul karimah siswa:
1)   Adanya kesadaran atau kehendak dalam diri siswa
Kehendak menurut bahasa adalah kemauan, keinginan, dan harapan yang keras. Sedangkan takdir yaitu ketetapan tuhan, apa yang sudah ditetapkan tuhan sebelumnya atau nasib manusia.[58]
Salah satu kekuatan yang terlindung dibalik tingkah laku manusia adalah kemauan (‘azam) itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Demikianlah seorang dapat mengerjakan suatu yang berat dan hebat menurut pandangan orang lain karena di gerakkan oleh kehendak. Sesungguhnya kehidupan para Rasul dan Nabi yang tahan uji itu dihayati oleh kekuatan ‘azam. Allah memesankan dalam Q.S. Al-Ahqaaf: 35
÷ŽÉ9ô¹$$sù $yJx. uŽy9|¹ (#qä9'ré& ÏQ÷yèø9$# z`ÏB È@ߍ9$# Ÿwur @Éf÷ètGó¡n@ öNçl°; 4 öNåk¨Xr(x. tPöqtƒ tb÷rttƒ $tB šcrßtãqムóOs9 (#þqèVt7ù=tƒ žwÎ) Zptã$y `ÏiB ¤$pk¨X 4 Ô÷»n=t/ 4 ö@ygsù à7n=ôgムžwÎ) ãPöqs)ø9$# tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÌÎÈ
Artinya :
Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak ada yang dibinasakan, kecuali kaum yang fasik (Tidak taat kepada Allah)” (Q.S. Al-Ahqaaf: 35).[59]

Dengan dimikian kehendak ini mendapat perhatian khusus dalam ilmu akhlak, karena itulah yang menentukan baik buruknya sesuatu perbuatan. Dari kehendak itulah menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya.
Kekuatan kehendak adalah rahasia kemenangan dalam hidup dan tanda bukti bagi orang yang besar. Kehendak yang sakit dapat diobati dengan beberapa macam obat:
a)    Bila kehendak itu lemah dapat diperkuat dengan latihan.
b)   Kehendak dihidupkan dengan agama. Dengan menjalankan syariat sehingga dapat terbimbing kepada yang baik.
c)    Memperkenalkan jiwa pada jalan yang baik dan menghindari jalan yang buruk menurut ajaran agama.
Allah yang menciptakan dan Allah yang bebas memilih siapapun dari makhluknya sesuai dengan apa yang telah dikehendaki. Sebab ia adalah pengatur secara mutlak. Tidak seorang pun yang memiliki hak untuk memilih yang sesuai dengan kehendak-Nya. Allah berfirman dalam Q.S. Yunus: 107
 bÎ)ur y7ó¡|¡ôJtƒ ª!$# 9hŽÛØÎ/ Ÿxsù y#Ï©%Ÿ2 ÿ¼ã&s! žwÎ) uqèd ( cÎ)ur x8÷ŠÌãƒ 9Žösƒ¿2 Ÿxsù ¨Š!#u ¾Ï&Î#ôÒxÿÏ9 4 Ü=ŠÅÁム¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o ô`ÏB ¾ÍnÏŠ$t6Ïã 4 uqèdur âqàÿtóø9$# ÞOŠÏm§9$# ÇÊÉÐÈ  
Artinya :
“Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, Maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, Dia yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(Q.S. Yunus: 107).[60]


2)   Teladan dalam diri guru
Guru merupakan teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia adalah sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah di tentang apalagi ditolak.[61]
Dengan demikian tutur kata, sikap, cara berpakaian, penampilan, alat peraga, cara mengajar, dan gerak-gerik pendidik selalu diperhatikan oleh siswa. Tindak-tanduk, perilaku, bahkan gaya pendidikan dalam mengajarpun akan sulit dihilangkan dalam ingatan siswa.
Karakteristik seorang guru harus diteropong dan sekaligus dijadikan cermin oleh siswa-siswanya. Pada intinya, guru yang memiliki kedekatan dengan lingkungan siswa disekolah akan dijadikan contoh oleh siswanya. Karakteristik pendidik yang baik seperti kedisiplinan, kejujuran, keadilan, kebersihan, kesopanan, ketulusan, ketekunan, kehati-hatian, akan selalu direkam dalam pikiran siswa dan dalam batas waktu tertentu akan diikuti mereka.
Oleh karena itu, peran guru Pendidikan Agama Islam sebagai teladan sangat penting dalam rangka membentuk akhlak yang mulia bagi siswa-siswi yang diajarkannya.
3)   Metode pembelajaran
Metode berasal dari bahasa latin meta yang berarti melalui, dan hodos yang berarti jalan ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab, metode disebut tariqoh, artinya jalan, cara system atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu system atau cara yang mengatur suatu cita-cita.[62]
Pendidikan agama islam adalah bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhan berdasarkan norma-norma yang Islami agar terbentuk kepribadian muslim.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan metode pendidikan Islam disini adalah jalan atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim.
Setiap metode pembelajaran didalamnya terdapat kelebihan dan kekurangan. Bagi guru Pendidikan Agama Islam. Kecermatan dalam memilih metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik menjadi sangat penting. Ketika mengajarkan  bacaan Al-Qur’an, misalnya, guru Pendidikan Agama Islam hendaknya memilih metode yang memungkinkanya dapat memberi contoh sebanyak mungkin kepada anak didik, dan bukan hanya ceramah dengan menjelaskan beragam teori seputar ilmu tajwid.[63]
Penggunaan metode pengajaran Al-Qur’an diatas, sudah tentu harus dibedakan ketika seorang guru mengajarkan tentang akhlak. Dalam mengajarkan materi ini, guru Pendidikan Agama Islam bisa saja menggunakan metode teladan serta ceramah untuk menjelaskan kebaikan dari sifat-sifat terpuji. Tetapi guna meningkatkan hasil pembelajaran, guru Pendidikan Agama Islam dapat juga mengajar anak didik untuk pro aktif menggali makna sifat-sifat terpuji tersebut melalui terjun langsung ditengah-tengah masyarakat seperti mendatangi panti asuhan, menyantuni fakir miskin atau kegiatan positif lainnya. Maka dari sinilah pentingnya metode pembelajaran supaya siswa bisa mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari dengan mudah.
4)   Kerjasama dan dukungan dari orang tua
Pengaruh orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua diberi beban dan tanggung jawab.
Orang tua adalah figur dan cerminan bagi anaknya. Apa yanh diperbuat dan dicontohkan orang tua pada anaknya itulah yang akan ditiru. Sesibuk apapun orang tua harus meluangkan waktu untuk memberikan perhatian dan bimbingan serta keteladanan yang baik bagi anaknya. Orang tua juga harus berupaya untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis, tenang dan tentram, sehingga anak dengan mudah diarahkan pada hal-hal yang positif. Dalam keteladanan oang tua harus memberikan contoh langsung tentang bagaimana kehidupan muslim sehari-hari seperti sholat pada waktunya, tolong-menolong, kejujuran dan sebagainya.[64]
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga adalah merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh sekali terhadap proses pendidikan akhlak yang selama ini diterima siswa, dalam arti apabila lingkungan keluarga baik maka baik pula kepribadian anak, yang mana hal tersebut merupakan penunjang dalam pembinaan akhlak siswa. Begitu juga sebaliknya ketika lingkungan keluarga buruk, maka buruk pula kepribadian anak dan hal tersebut penghambat dalam pembinaan akhlak.
5)   Sarana dan prasarana
Guna menunjang keberhasilan guru Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa yaitu dengan adanya kegiatan-kegiatan yang diprogramkan khusus untuk pembinaan akhlakul karimah siswa seperti adanya tempat ibadah seperti musholla dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan seperti sholat dhuhur berjama’ah, sholat dhuha, dan bisa juga digunakan untuk kegiatan majlis ta’lim untuk penyampaian materi agama yang sifatnya untuk pembinaan akhlakul karimah siswa. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif apabila sarana dan prasarananya cukup. 
b.    Faktor Penghambat Pembinaan Akhlakul Karimah
Faktor penghambat adalah keadaan yang membuat pekerjaan atau kegiatan semakin sulit untuk dilakukan itu semua terjadi karena pekerjaan atau kegiatan tersebut mendapat hambatan dari pihak luar atau dalam. Berikut faktor penghambat dalam strategi guru Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlakul karimah siswa:
1)   Terbatasnya pengawasan pihak sekolah
Pihak sekolah khususya guru agama islam tidak bisa selalu memantau atau mengawasi perilaku siswa diluar sekolah. Selain itu guru agama islam diluar tidak mengetahui baik buruk lingkungan tempat tinggal siswa terutama pengawasan dari orang tua atau keluarga yang sangat memegang peranan penting dalam pembinaan Akhlak siswa.[65]
Setiap metode pembelajaran didalamnya terdapat kelebihan dan kekurangan. Bagi guru Pendidikan Agama islam, kecermatan dalam memilih metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi anak didik menjadi sangat penting. Ketika mengajarkan bacaan Al-Qur’an, misalnya, guru Pendidikan Agama Islam hendaknya memilih metode yang memungkinkannya dapat memberi contoh sebanyak mungkin kepada anak didik, dan bukan hanya ceramah dengan menjelaskan beragam teori seputar ilmu tajwid.[66]
2)   Kesadaran para siswa
Siswa kurang sadar akan pentingnya kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh sekolah, apalagi kegiatan tersebut berkaitan sekali dengan pembinaan akhlak siswa.
3)   Kurangnya sarana dan prasarana
Guna menunjang strategi guru Agama Islam dalam pembinaan akhlak siswa maka juga harus ada kegiatan-kegiatan yang bisa mendukungnya. Kegiatan-kegitan tersebut bisa berjalan lancar apabila sarana dan prasarananya dapat terpenuhi, namun, apabila sarana dan prasarananya kurang maka hal tersebut menjadi kendala bagi pelaksanaan kegiatan.
4)   Kurangnya jam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
Sekolah sebagai institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh dalam pembinaan akhlakul karimah siswa. Melalui kurikulum, yang berisi materi pelajaran, sikap dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman disekolah dinilai berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik merupakan bagian dari pembentukan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan jiwa keagamaan serta akhlakul karimah seseorang. [67]
Sekolah sebagai institusi resmi dibawah kelolaan pemerintah, menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara berencana, sengaja, terarah, sistematis oleh tenaga pendidik profesional dengan program yang dituangkan kedalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu dan diikuti oleh para peserta didik pada setiap jenjang pendidikan tertentu.[68]
Akan tetapi pemberian materi tentang Pendidikan Agama Islam ini memang berbeda bila dibandingkan dengan sekolah yang beridentik dengan madrasah. Disana pembelajaran Pendidikan Agama Islam jamnya seimbang dengan mata pelajaran umum, akan tetapi sekolah yang identik dengan sekolah umum pemberian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam memang sangat kurang yaitu hanya dua jam dalam seminggu. Maka dari itu semua ini menjadi kendala dalam adanya pembinaan akhlakul karimah siswa supaya waktu yang hanya dua jam dalam seminggu itu bisa digunakan secara maksimal.
5)   Lingkungan siswa
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Dan dalam pergaulan itu timbullaah saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat dan tingkah laku.
Lingkungan pergaulan ini dapat dibagi kepada beberapa kategori:
a)    Lingkungan dalam rumah tangga: akhlak orang tua dirumah dapat pula mempengaruhi akhlak anak-anaknya.
b)   Lingkungan sekolah: akhlak anak sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru-guru disekolah.
c)    Lingkungan pekerjaan: suasana pekerjaan selaku karyawan dalam suatu perusahaan atau pabrik dapat mempengaruhi pula perkembangan pikiran, sifat dan kelakuan seseorang.
d)   Lingkungan organisasi/jama’ah: orang yang menjadi anggota dari suatu organisasi (jama’ah) akan memperoleh aspirasi cita-cita yang digariskan organisasi itu.
e)    Lingkungan kehidupan ekonomi (perdagangan): karena masalah ekonomi adalah kebutuhan primer dalam hajat manusia, maka hubungan-hubungan ekonomi turut mempengaruhi pikiran dan sifat-sifat seseorang.
f)    Lingkungan pergaulan yang bersifat umum dan bebas, ketika remaja itu bergaul dengan sesama remaja dalam bidang kebajikan, niscaya pikirannya, sifatnya dan tingkah lakunya akan terbawa kepada kebaikan.
Demikian faktor lingkungan yang dipandang cukup menentukan bagi pematangan watak dan perilaku seseorang.


[13] Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010). Hal. 325
[14] Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012)
[15] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., Hal. 36
[16] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002). Hal. 112
[17] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) Hal.121
[18] Zakiyah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014) hlm.86
[19] Ibid, hlm. 39
[20] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 122
[21] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 31
[22] Ahmad Tafsir, Op. Cit.,hlm. 128
[23] Ibid., hlm. 129
[24] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 32
[25] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) hlm. 131
[26] Ibid., hlm. 132
[27] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 36
[28] Ibid,. hlm. 37
[29] Ibid., hlm. 38
[30] Ibid., hlm. 126                                                                                
[31] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan) Hlm. 84
[32] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 34
[33] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. 11, hlm. 7
[34] Ibid., hlm. 7
[35] Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., hlm. 37
[36] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm 177
[37] Beni Ahmad saebani dan KH. Abdul Hamid,  Ilmu Akhlak, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 13
[38] Ibid, hlm. 14
[39] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan) Hlm. 826
[40] Thoyib Sah Saputra & Wahyudi, Aqidah Akhlak, (Jakarta: PT Karya Toha Putra, 2004) hlm 30
[41] Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010),  hlm 17
[42] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan) Hlm. 79
[43] Ibid, Hal 595
[44] Ibid, Hal 826
[45] Ibid, Hal 84
[46] Mulyasa, Manajemen Pendidikan Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal 47
[47] Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hal 72
[48] Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010),  hlm 26
[49] Ibid, hlm 27
[50] Ibid, hlm. 33
[51] Ibid, hlm. 35
[52] Ibid, hlm. 37
[53] Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Al-Maarif, 1962), hlm. 85
[54] Ibid., Hal. 86
[55] Ibid, hlm. 88
[56] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hal 75
[57] Hamzah Ya’qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Diponegoro, 1991), hal 55
[58] Yatimin Op. Cit, hal 92
[59]Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan) Hlm. 730
[60] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan) Hlm. 296
[61] Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 45
[62] Aat Syafaat, Peranan Pendidikan Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal 39
[63] Munjin Nasih, dkk, Metode dan Teknik Pembelajaran Agama Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal 20
[64] M. Sabekti Abdul Khadir, Skripsi Strategi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Akhlakul Karimah Siswa di SMA Negeri 4 Kediri 2016, hal 46
[65] Khusnul Khotimah, Skripsi Upaya Guru PAI dalam Meningkatkan Pembentukan Akhlak Siswa di SMA Negeri 1 Kejayan, Pasuruan 2017. Hlm. 86
[66] Munjin Nasih, dkk, Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 20
[67] Jalaluddin Said Usman, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta: Raja Grafindo, 1994), hal 219
[68] Aat Syafaat, Peranan Pendidikan Islam dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) hal 39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar